Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cara Membakar Hutan ala Indonesia

22 Juni 2013   11:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:36 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371875863173319548

Sumber foto : http://3.bp.blogspot.com/-blpQCTqdM5I/TVi7RuE-j6I/AAAAAAAAASk/7O_ej9m06S4/s1600/kebakaran+hutan_ok.jpg Lama tinggal di beberapa daerah di Riau, membuat saya mengetahui apa penyebab kabut asap dan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Musim kemarau seperti sekarang ini adalah waktu yang baik bagi pekebun untuk melakukan land clearing alias pembersihan lahan. Hutan ditebang, kayu-kayunya diangkut untuk diolah menjadi bahan bangunan atau menjadi bahan utama bubur kertas. Setelah proses ini selesai, sisa anak kayu yang masih berdiri lalu ditumbang juga. Istilahnya diimas tumbang. Kemudian kayu-kayunya yang sebesar paha orang dewasa itu dicincang dan dibiarkan kering. Setelah kering, rumput yang tumbuh lalu ditebas. Istilahnya dibiding. Lalu dibuat galang api. Galang api ini ialah tanah sekeliling lahan yang dibersihkan, lebarnya antara dua sampai tiga meter. Ada juga yang sampai lima meter. Sekira seminggu kemudian,acara pembakaran lahan dilakukan. Umumnya dimulai pada malam hari, karena pada malam hari biasanya angin tidak bertiup kencang. Titik api awal adalah titik pangkal angin. Artinya, dari arah mana angin bertiup, dari sanalah api mulai dipetikkan. Jarak dari satu titik api ke titik api lainnya sekira 30-40 meter. Beberapa pekerja bersiap-siap dengan knapsack sprayer alias alat semprot panggul berisi air. Bila ada api yang menjalar keluar menembus galang api, maka dimatikan dengan cara disemprot. Seharusnya, setiap sesi pembakaran lahan harus sudah tuntas pada pagi hari. Ini bisa diperhitungkan berdasarkan luas lahan yang sudah dipasang galang api dan jumlah titik api awal yang dibuat. Namun sering terjadi, perencanaan pembakaran tidak mematuhi ketentuan ini. Penyebabnya adalah lahan yang akan dibersihkan dengan cara dibakar terlalu luas, sedangkan dana yang digelontorkan perusahaan terlalu sedikit. Maka, pembuatan galang api menjadi tidak maksimal, tidak sesuai dengan rencana pembersihan lahan yang baik. Apa akibat dari kekikiran perusahaan mendanai land clering ini ? Yang pertama ialah api belum padam saat fajar menjelang, bahkan akan terus berkobar selama berhari-hari. Akibat selanjutnya adalah api akan merembet memasuki lahan lain, biasanya hutan, yang tidak seharusnya dibakar. Kurangnya dana membuat minimnya pekerja yang mengawal api. Akibatnya banyak api yang terbang lalu mendarat dan membuat titik api liar, tidak terjangkau oleh pasukan bomba partikelir ini.

Selain itu, gambut kering yang terbakar seluas ratusan hektar bukanlah perkara mudah untuk memadamkannya. Sebenarnya, gambut terbakar perlahan inilah yang menyebabkan banyak asap, karena ia tidak terbakar menyala, tetapi seperti terbakarnya sekam padi. Meresap-resap penuh asap. Bagaimana pun juga, membersihkan lahan dengan cara pembakaran seperti ini bukanlah cara yang bijak, meskipun banyak ditempuh orang karena murah dan cepat. Land clearing cara lain adalah dengan cara manual. Cara ini menggunakan banyak tenaga kerja untuk menumpuk sisa kayu di sisi alur tanam, dan untuk membabat rumput yang tumbuh. Namun cara ini jauh lebih ramah lingkungan, karena tidak menggunakan api. Adapun pembersihan lahan oleh masyarakat petani pekebun, biasanya tidaklah terlalu berdampak, karena luas lahan yang dibakar cuma sedikit. Bandingkan dengan luas lahan yang dibakar perusahaan besar, yang jumlahnya bisa ratusan, bahkan mungkin ribuan hektar.

Kini tinggal kemauan dari pejabat pusat dan daerah yang berwenang, apakah tetap terbuai dengan upeti yang (mungkin) dialirkan oleh para pengusaha perkebunan kaya raya asal Malaysia dan Singapura itu, atau lebih memilih menyelamatkan kepentingan bangsa.

Juga tinggal terserah kepada kita, sebagai bagian dari rakyat Indonesia, apakah membiarkan keadaan ini terus berlangsung, atau kita mau merubahnya menjadi lebih baik. Caranya? Entahlah..., saya tidak yakin para pejabat bebal itu mau mendengarkan suara rakyatnya. Atau mungkin juga kita ini sebenarnya hanyalah orang menumpang, dan pemilik sejati negeri ini adalah para pejabat itu. control+s.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun