Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pahlawan Revolusi Tunisia: Mohamed Bouazizi

15 Januari 2011   12:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:33 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_84933" align="alignleft" width="300" caption="Mohamad Bouazizi"][/caption] Revolusi selalu meninggalkan korban, dan juga Pahlawan. Tak terkecuali Tunisia yang baru saja melengserkan Presiden Zein Abdeen Ben Ali yang memerintah 23 tahun negeri itu setelah melakukan Revolusi Putih atau Revolusi Dokter atas Presiden Habib Bourgiba yang dianggap sudah pikun pada 7 Nopember 1987. Mohamad Bouazizi. Pemuda alumni perguruan tinggi Tunisia. Sebagaimana laiknya, selayaknya lulusan PT bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Namun  tidak demikian di sebuah negeri cantik Tunisia di Afrika Utara. Tingkat pengangguran intelektual cukup tinggi. Warga negara Tunisia juga mencari pekerjaan di negara tetangga yang kaya dan sedang membangun infrastruktur seperti Libya. Tidak mendapat pekerjaan yang layak bagi lulusan perguruan tinggi tidak menyurutkan Bouazizi untuk menyerah begitu saja menghadapi situasi sulit yang dideritanya. Tanpa malu dan gengsi dia mendorong gerobak menjual barang-barang apa saja, seperti tukang dorong di Jakarta menjual buah, sayuran, kue, mainan, dsb, bak tukang pemulung. Dengan giat tetap dilakoninya, walaupun sebenarnya tidak layak bagi lulusan PT. Namun apa daya, pemerintah menilai lain. Gerobak milik Bouazizi dirampas dengan dalih tidak mempunyai izin berdagang (berusaha). Dia dipermalukan di muka umum. Apalah jadinya, sebagai seorang lulusan PT yang seharusnya mudah baginya mendapatkan pekerjaan, dan hal tersebut tidak dia dapatkan karena pemerintahan yang korup, dirampas pula hak-haknya dan dipermalukan di muka umum. Maka, tidak ada jalan keluar baginya, kecuali melakukan hal yang boleh 'dikatakan' nekad dan tidak mempunyai akar pada sosiologi budaya Arab. Membakar diri di depan Kantor Pemda kota kelahirannya Sidi Bousaid, sebuah kota cantik nan menawan tujuan para wisatawan asing dengan kotanya yang berbukit dan elok di tepi Laut Mediternean. [caption id="attachment_84934" align="alignleft" width="300" caption="Bouazizi dijenguk oleh Ben Ali. Tapi Nasi Sudah Menjadi Bubur."]

129509471018962786
129509471018962786
[/caption] Aksi yang dilakukan setelah shalat Jum'at, 17 Desember 2010 itu menyulut aksi dan demonstrasi besar-besaran di kota Sidi Bousaid. Namun, bara dalam sekam tersebut bagi kekecewaan warga negara Tunisia yang terpendam meledak. Lautan manusia merebak di kota-kota besar Tunisia, termasuk ibu kota Tunis. Sfak, Cartagho, Qairawan, dsb, menjadi lautan manusia. Yang turun demo, bukan saja hanya pengangguran intelek, namun juga para profesional, dosen, cendekiawan, ahli hukum, politikus, dan berbagai elemen masyarakat. Negara menjadi lumpuh. Kekerasan tak terhindari. Puluhan nyawa melayang. Ratusan dan ribuan luka-luka. Perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah-rumah dirusak, dijarah. Bahkan Rumah Sakit tidak luput dari perusakan tersebut. Tidak ada dan tidak bisa, siapa yang disalahkan. Situasi sudah menjadi chaos, sehingga Presiden  memperhitungkan untuk menyelamatkan diri dan keluarganya, dan saat ini mencari suaka di Arab Saudi. (Sungguh memalukan). Akhirnya, kemenangan ada di pihak RAKYAT Tunisia. Pemerintahan jatuh, dan negara dalam keadaan darurat. Untuk mengisi kekosongan berdasarkan UU Negara, PM Tunisia melaksanakan fungsi Presiden. Namun praktek ini pun mendapat kritikan para pakar hukum dan bahkan bertentangan dengan UU Negara itu sendiri. Akhrinya, PM Mohamad Gannouchi menyerahkan kepada Ketua Parlemen Tunisia Fuad Almabzieg hari ini (15/1) sebagai caretaker Presiden sementara. Dan meminta oposisi untuk turut melakukan rekonsiliasi nasional. Pihaknya juga mempertimbangkan untuk mengadakan Pemilu dalam waktu enam bulan mendatang. Dalam facebook terakhirnya yang ditulis oleh Bouaziz, dengan sangat memilukan dia menulis, "Musafir (pergi) wahai ibuku. Maafkan aku. Gak ada gunanya. Semuanya hilang di jalan apa yang kumiliki (maksudnya dirampas polisi). Maafkan aku wahai ibu, jika aku tidak menuruti ucapanmu. Makilah zaman (waktu atau situasi). Jangan maki aku. Pergi tidak kembali lagi. Dst", saya berlinang menuliskan kembali paragraf pesan terakhirnya di fb. Semoga Engkau diampuni dosa-dosamu oleh Yang Maha Kuasa. Bahkan mendapat kebaikan karena menciptakan kebaikan dan perubahan yang lebih menjanjikan bagi jutaan Rakyat Tunisia. Selamat Jalan Pahlawan Revolusi Tunisia. Salam damai,,,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun