Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Panau, Bukan Panu

28 November 2020   20:03 Diperbarui: 28 November 2020   20:11 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sering orang merasa bahwa pengetahuan mereka itu sudah mantap, sehingga tak perlu memeriksanya kembali. Di antaranya ialah pengetahuan tentang kata baku menurut Bahasa Indonesia. Saya pun mengalaminya. Misalkan, kata 'kokoh'. Lama saya mengira bahwa itu adalah kata yang baku. Padahal, yang baku adalah 'kukuh'.

Sebagai seseorang yang dibesarkan di lingkungan Melayu, saya mengenal kata 'pelasah' yang berarti 'pukul' atau 'sebat'. Saya mengira kata ini semestinya juga dikenal di dalam Bahasa Indonesia. Akan tetapi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 'pelasah' berarti pakaian sehari-hari yg dipakai di rumah. Sementara untuk 'sebat' padanan bakunya adalah 'belasah'.

Saya pun sempat terkecoh dengan 'sekedar' yang seharusnya 'sekadar' dan 'kadaluwarsa' yang seharusnya 'kedaluwarsa'. Terkadang saya masih menyebutkan 'nafas' yang seharusnya 'napas', atau 'cabe' yang semestinya 'cabai'. Saya pun adakalanya terpeleset menulis 'jaman' untuk 'zaman'. Satu contoh kata lagi yang membuat saya terkecoh adalah 'lupis' yang menurut KBBI seharusnya 'lopis'.

Baru-baru ini saya tersentak oleh kata 'panu'. Sebelum saya lanjutkan, semula saya hendak menulis 'terhenyak' untuk 'tersentak', tetapi rupa-rupanya kata 'henyak' tidak tercantum di KBBI.

Kembali pada kata 'panu'. Semasa kecil di Bintan dulu, setahu saya bercak-bercak putih pada kulit manusia disebut dengan 'panau'. Setelah tinggal di Yogyakarta, baru saya tahu bahwa istilah yang lazim dipakai ialah 'panu'. Akan tetapi, setelah saya periksa kembali di KBBI, istilah yang baku adalah 'panau'.

Betapa ringkihnya pengetahuan, sehingga patutlah kita untuk secara terus menerus memeriksanya. Demikian pula pengetahuan yang ada pada para penyusun KBBI. Misalkan kata 'pukis' yang belum termaktub di KBBI, padahal 'pukis' telah lama dikenal sebagai salah satu kue tradisional Indonesia.

Selain itu, ada juga yang unik. Ketika menjelaskan arti kata 'ringkih', para penyusun KBBI menyebutnya sebagai 'tidak kokoh'. Padahal, 'kokoh' adalah bentuk tidak baku dari 'kukuh'. Bukankah semestinya ditulis 'tidak kukuh'?

Terakhir, semula saya hendak menulis 'seyogyanya' untuk 'semestinya'. Akan tetapi, 'seyogyanya' rupanya tidak dikenal di KBBI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun