Mohon tunggu...
Firdaus Ramadhan
Firdaus Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - Professional garbagepreneur.

Nothing to lose, lose to nothing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penistaan Agama dan Persatuan Indonesia?

11 Mei 2017   07:23 Diperbarui: 11 Mei 2017   08:21 1925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus penistaan agama yang membuat Basuki T. Purnama alias Ahok divonis penjara 2 tahun, bukanlah hal pertama yang terjadi di Indonesia. Kejadian itu adalah bukti bahwa pelanggaran SARA masih bisa terjadi di Indonesia. Tak hanya itu, kasus Arswendo Atmilowo,  kasus pelecehan ras Gubernur NTB oleh Steven di Bandara Changi, serta kasus 'anti-cina' oleh Ki Gendeng Pamungkas hanyalah beberapa bukti besar dari sekian banyaknya kasus pelanggaran SARA di Indonesia.

Permasalahannya pada kasus Pak Ahok sendiri, adalah there is no smokes, without fire. Jika Pak Ahok tidak menyinggung apapun tentang Al-Maidah, maka tidak akan ada perpecahan besar seperti ini. Arti kalimat "Dibohongin pakai surat Al-Maidah ayat 51", menjadi perdebatan besar hingga akhirnya Hakim memutuskan bahwa Pak Ahok merendahkan Surat Al-Maidah 51. Menggunakan kata 'dibohongin', maka menempatkan Surat Al-Maidah 51 sebagai ayat yang memang digunakan untuk sumber kebohongan. Yang nyatanya, bagi umat islam, ayat tersebut adalah firman Tuhan langsung, "Mana mungkin berbohong?" Jelas itulah yang memicu kemarahan besar beberapa umat islam di Indonesia.

Terlepas dari itu, kini Pak Ahok telah divonis 2 tahun. Hingga banyak pendukungnya yang berdemo di luar rumah tahanan menuntut agar Pak Ahok ditangguhkan--bahkan dibebaskan. Penangguhan Pak Ahok mungkin wajar saja jika dilakukan dari segi hukum. Tapi untuk membebaskan? Pembebasan tanpa bersyarat malah akan menimbulkan kemarahan besar karena tidak adilnya praktik hukum di Indonesia.

Demo 212 dan lain-lain, adalah tuntutan dari umat islam di Indonesia agar Pak Ahok diadili secara hukum karena penistaan agama. Mereka yang berdemo pun menjaga sikap dengan menjaga kebersihan dan tidak menimbulkan kerusuhan. Pun jika ada yang mengatakan bahwa demo ini adalah karena agenda kelompok, karena kekuatan mayoritas, mereka tidak benar-benar bertanya dan mecari tahu kebenaran. Banyak yang langsung berdebat di sosial media dengan opini dan termakan fakta palsu yang menebar kebencian di sosial media itu sendiri.

Jika agenda yang dimaksudkan adalah agenda pilkada, maka itu sangat bertentangan dengan apa yang dijelaskan Majelis Hakim bahwa semua ini termasuk dalam agenda pilkada.

Dan jika memang dikatakan sebagai kekuatan mayoritas, seharusnya masyarakat bisa melihat sendiri, bahwa umat islam Indonesia yang mayoritas inipun terpecah dua kubu, untuk pro dan kontra kepada bapak Ahok. Mayoritas sendiri inipun tidak bersatu, bahkan yang terjadi karena kejadian ini adalah memecah belah umat islam Indonesia dengan olok-olok dan kebencian antar umat--yang tidak pernah diajarkan oleh agama islam itu sendiri.

Sikap umat islam yang baik adalah dengan tidak mengolok-olok, atau bertengkar dengan fitnah di media sosial. Banyaknya oknum-oknum yang menggunakan akun anonim untuk menyebar hoax, kebencian dan mengatasnamakan islam, perlahan akan menciptakan islamophobia di negara yang mayoritasnya islam ini. Bahkan islamophobia tidak hanya berkembang bagi mereka yang non-islam, tapi bagi pemeluknya sendiri.

Sedangkan dalam praktiknya, agama islam tidak pernah mengajarkan hal-hal berbau kebencian seperti itu.

Tantangan terbesar setelah ini adalah pelaksanaan sila ketiga Pancasila: Persatuan Indonesia. Kejadian yang telah memecah-belah antar umat beragama dan antar suku & ras, harus bisa kita satukan kembali dengan perasaan saling memaafkan dan saling menerima satu sama lain, serta menghormati keputusan masing-masing pihak. Memang banyak luka yang terjadi di Jakarta, bahkan dampaknya hingga luar Jakarta itu sendiri.

Semua ini akan kembali kepada mereka yang pro dan kontra. Perpecahan yang terjadi ini jangan sampai menimbulkan kasus-kasus SARA yang lain. Pak Ahok sendiri adalah manusia, dan setiap manusia pasti bisa melakukan kesalahan. Dan jangan lupa bahwa Tuhan pun pasti ikut andil dalam segala urusan kehidupan manusia. Kita sebagai sesama manusia, juga harus mulai menyadari bahwa Indonesia tidak menginginkan perpecahan karena perbedaan pendapat.

Indonesia adalah negara hukum, sebaik apapun anda, sehebat apapun anda berkontribusi untuk masyrakat, tetapi jika anda melanggar hukum,  anda harus dihukum. Jika kita bisa menghormati proses hukum dengan baik, maka hukum yang adil dapat ditegakkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun