Mohon tunggu...
Nanang Wiwit Sinudarsono
Nanang Wiwit Sinudarsono Mohon Tunggu... Guru SMP Negeri 3 Jabung

Saya adalah seorang pendidik dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang pendidikan. Selain memiliki keahlian dalam mendidik, saya juga memiliki kemampuan dasar di bidang IT. Saya memiliki komitmen yang tinggi untuk memajukan pendidikan dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi siswa dan institusi tempat saya bekerja. Memiliki Hobby Traveling dan Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontroversi Selingkuh dengan Menikah Siri: Antara Norma Sosial dan Hukum Agama

28 April 2025   07:04 Diperbarui: 28 April 2025   07:04 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Harmonis dengan 2 Istri

Fenomena perselingkuhan bukan hal baru dalam kehidupan masyarakat. Namun, munculnya kasus perselingkuhan yang disamarkan dengan praktik menikah siri (pernikahan sah secara agama namun tidak tercatat di negara) telah memunculkan kontroversi yang lebih kompleks. Di satu sisi, menikah siri kerap dianggap sebagai solusi 'halal' untuk hubungan terlarang; di sisi lain, praktik ini menimbulkan pertanyaan moral, sosial, bahkan hukum yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Menikah Siri: Definisi dan Dasar Hukum

Nikah siri secara terminologi berasal dari bahasa Arab sirri yang berarti "rahasia." Dalam praktiknya, pernikahan ini dilakukan menurut syariat Islam --- memenuhi rukun dan syarat sah nikah --- tetapi tidak dicatatkan secara resmi ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau lembaga pencatatan sipil.

Menurut hukum agama, nikah siri sah apabila memenuhi syarat: adanya wali, dua saksi, mahar, dan ijab kabul. Namun dalam konteks hukum negara Indonesia, khususnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setiap pernikahan harus dicatatkan agar memiliki kekuatan hukum. Tanpa pencatatan resmi, hak-hak istri dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut rentan diabaikan secara hukum.

Selingkuh Bermantel Nikah Siri

Dalam banyak kasus, nikah siri digunakan sebagai "pembenaran" atas hubungan yang sejatinya adalah perselingkuhan. Seorang pria (atau dalam beberapa kasus wanita) yang sudah menikah secara resmi, kemudian menikah siri dengan pasangan barunya tanpa sepengetahuan atau persetujuan pasangan pertama.

Motif utamanya seringkali adalah untuk menghindari stigma negatif hubungan gelap, menjaga citra, atau menghindari hukuman sosial dan agama. Padahal, secara moral, tindakan ini tetap dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap pernikahan pertama.

Dimensi Sosial: Luka yang Menganga

Dari perspektif sosial, menikah siri atas dasar hubungan perselingkuhan membawa luka mendalam. Pasangan pertama --- baik suami atau istri --- merasa dikhianati. Keluarga besar pun sering terlibat dalam konflik berkepanjangan. Di masyarakat tradisional, aib seperti ini bisa berdampak luas, termasuk terhadap anak-anak yang harus menanggung beban psikologis akibat kisruh rumah tangga orang tua mereka.

Selain itu, perempuan yang dinikahi secara siri tanpa jaminan hukum berada dalam posisi yang sangat rentan: tidak memiliki hak waris, hak nafkah yang kuat, atau jaminan perlindungan hukum saat terjadi perselisihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun