Ketiga, mendorong peran-peran orangtua dalam melakukan komunikasi dua arah. Yang seringkali menjadi persoalan adalah kita sebagai orangtua sering kali merasa yang paling benar dalam segala hal tanpa mau mendengarkan pendapat anak-anak kita. Hal ini tentu saja membuat relasi kita dengan anak-anak kita menjadi bermasalah. Oleh karena itu utamakan dialog atau komunikasi dua arah dan beri ruang anak kita untuk menyampaikan klarifikasi atas apapun yang mereka lakukan.
Keempat, mendorong peran tokoh agama  secara lebih masif dalam upaya pendewasaan usia perkawinan. Tokoh agama berperan penting dalam meluruskan tafsir-tafsir atau dalil-dalil terkait boleh tidaknya perkawinan anak dan dampak negatif perkawinan di usia anak. Tokoh agama bisa menyampaikan melalui forum-forum tertentu yang disampaikan kepada umatnya. Â
Kelima, membentuk layanan Pos Pelayanan Terpadu (PPT) Perempuan dan Anak di tingkat desa atau kelurahan. Layanan harus dekat dengan masyarakat, selain untuk melakukan penanganan bila terjadi kekerasan, upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif juga perlu selalau kita lakukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Â Semoga kita menjadi bagian dari pihak yang mendukung upaya-upaya untuk perbaikan remaja ke arah yang benar, bukan menjadi pihak yang merusak. Mari berbuat untuk selamatkan remaja, sekarang.
*) Saat ini bekerja pada isu Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan, Kesehatan Reproduksi Perempuan dan HIV-AIDS di Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM).