Mohon tunggu...
Deddy Panjaitan
Deddy Panjaitan Mohon Tunggu... -

semangat www.bangdepan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Inilah Penyebab Perceraian Tertinggi Di Indonesia

1 September 2011   12:53 Diperbarui: 4 April 2017   18:11 25432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi.  Hal ini terbukti dengan data-data yang tercatat di pengadilan Agama dan Pengadilan negeri.  Hal ini juga dapat kita buktikan bila mengunjungi pengadilan agama selalu ramai dengan orang-orang yang menunggu sidang cerai.  Data-data perceraian berikut di himpun dari beberapa medi

Secara historis, angka perceraian di Indonesia bersifat fluktuatif. Hal itu dapat ditilik dari hasil penelitian Mark Cammack, guru besar dari Southwestern School of Law-Los Angeles, USA.

Berdasarkan temuan Mark Cammack, pada tahun 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan, 50 di antaranya berakhir dengan perceraian

Pada tahun 2009 perceraian mencapai 250 ribu.Tampak terjadi kenaikan dibanding tahun 2008 yang berada dalam kisaran 200 ribu kasus. Ironisnya, 70% perceraian diajukan oleh pihak isteri atau cerai gugat.

Berikut ini adalah data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, yaitu dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-Indonesia, maka ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun se-Indonesia.

Jadi tren perceraian di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Adapun faktor perceraian disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidak harmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. faktor ekonomi merupakan penyebab terbanyak dan yang unik adalah 70 % yang mengajukan cerai adalah istri, dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Data diatas memberikan gambaran bahwa, tingkat perceraian secara nasional cukup tingg.

Nah..bagaimana dengan di daerah-daerah? Beberapa daerah yang di data menunjukkan tingginya angka perceraian disetiap daerah.

Sepanjang 5 tahun terakhir Kabupaten Malang menempati ranking pertama di Indonesia, dalam hal perceraian.  Tahun 2006, jumlah perkara cerai sebanyak 5 ribu kasus. Tahun 2007 sebanyak 4.625 perkara, dan 2629 merupakan gugatan cerai dari istri, dan 1571 dari suami.

Kita melihat, bahwa pihak istri jauh lebih banyak  yang menggugat cerai dibanding suami.  Tingginya angka perceraian ini menurut PA malang, dipicu banyaknya warga yang mengadu nasib sebagai Tenaga kerja Wanita di luar negeri.

Untuk tingkat provinsi di tahun 2011, Jawa Timur masih menempati urutan pertama di bandingkan dengan provinsi lain. Kalau tingkat kabupaten, Indramayu menempati urutan pertama dan Banyuwangi yang kedua

Dari data yang dikumpulkan PKS, pada tahun 2009 angka perceraian di seluruh daerah di Jawa Timur sebanyak 92.729 kasus. Dari jumlah tersebut, kabupaten atau kota yang masuk 5 besar angka perceraian yang tinggi yakni di Kabupaten Banyuwangi menempati urutan pertama sebanyak 6.784 kasus, disusul Kabupaten Malang sebanyak 6.716 kasus, Kabupaten Jember 6.054 kasus dan Surabaya menempati urutan keempat dengan jumlah pasangan suami istri (pasutri) yang cerai sebanyak 5.253. Sedangkan Kabupaten Blitar sebanyak 4.416 kasus.

Faktor perceraian yang paling dominan adalah hubungan pasutri yang tidak harmonis sekitar 33 persen. Kalau masalah ekonomi, selingkuh, ada WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain) itu angkanya kecil.

Dari 250 warga Surabaya yang bercerai setiap harinya, rangking tertinggi ternyata didominasi kaum guru. Data ini terungkap saat Walikota Surabaya Bambang DH memberi pembekalan terhadap CPNS guru.

Menurut Bambang DH, data yang didapat dari Pengadilan Agama, guru menempati urusan pertama dalam kasus perceraian. Namun dia tidak menyebutkan berapa jumlah guru setiap bulannya yang melakukan cerai.

Di Kabupaten Bantul, Berdasarkan data Pengadilan Agama Bantul kasus perceraian tahun 2007 mencapai 699 kasus, padahal tahun 2006 baru 577 kasus. Tahun 2008 sampai dengan bulan Mei sudah ada 336 kasus.

Tren kasus perceraian di Bantul terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebulan rata-rata ada 60 kasus yang kami tangani. Sebagian besar karena faktor perselisihan. Perselisihan dipicu karena pihak laki-laki menelantarkan atau tidak memberikan nafkah kepada istrinya. Sebagian besar yang bercerai berusia antara 30-40 tahun,” katanya.

Di Sidoarjo dalam delapan bulan terakhir, sebanyak 1.195 kasus cerai yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Dari kasus perceraian yang didaftarkan ke Pengadilan Agama Sidoarjo itu, sebagian besar disebabkan suami yang meninggalkan kewajibannya terhadap istri.

Pada 2006 lalu sebanyak 1.873 kasus cerai yang didaftarkan ke PA Sidoarjo. Jumlah itu meningkat 201 kasus atau menjadi 2.074 kasus cerai pada 2007.

penyebab lain perceraian di Sidoarjo adalah karena suami berbuat selingkuh. Namun, jumlah kasus tersebut tidak sebesar kasus suami meninggalkan kewajibannya terhadap istri.

Di Pontianak, faktor rendahnya ekonomi menyebabkan tingginya angka perceraian di Pengadilan Agama Pontianak, Kalimantan Barat.

Terhitung sejak Januari hingga Juni 2008, sudah ada 452 perkara yang masuk ke pengadilan.

Di Lamongan sampai Mei 2008 terjadi 969 kasus perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama Lamongan.

Sebagian besar kasus perceraian akibat perselisihan. Faktor penyebab perselisihan dipicu kawin paksa, cemburu, faktor akonomi, kawin di bawah umur, tidak ada keharmonisan, dan gangguan pihak ketiga.

Banyak pihak istri yang mengajukan gugatan cerai dari suaminya akibat perselisihan dan ketidak harmonisan keluarga. Faktor terbesar yang memicu perceraian adalah tanggung jawab yang kurang dari pihak suami.

Di Tegal, selama bulan Oktober 2008, Pengadilan Agama Slawi telah menangani 322 perkara perceraian yang terjadi di Kabupaten Tegal. Jumlah ini lebih tinggi dibanding pada bulan November sebanyak 156 perkara perceraian.

Dari 322 perkara tersebut, 80 persen di antaranya disebabkan faktor ekonomi.  Karena faktor ekonomi ini terjadi pertengkaran yang berujung perceraian.

Jadi kesimpulan dari data diatas adalah:

  1. Tren perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ketahun.
  2. Dari 2 juta pernikahan setiap tahun, ada 200 ribuan yang bercerai.
  3. Masalah ekonomi (suami tidak bisa menafkahi) adalah no 1 penyebab perceraian, kemudian ketidak harmonisan pribadi, perselingkuhan.
  4. 70 % yang menggugat cerai adalah Isteri.

Demikianlah data-data perceraian yang berhasil dihimpun dari beberapa sumber, jika anda memiliki data perceraian silahkan berbagi.

Namun data-data diatas membuat kita prihatin dan bertanya, mengapa begitu banyak pasangan suami-isteri yang mengakhiri hubungan mereka dengan perceraian?

Semoga dapat menjadi perenungan bagi suami isteri, dan bagi orang-orang muda yang belum menikah dan berencana menikah.

Di kumpulkan dari beberapa Sumber: Kompas.com, detik.com, vivanews.com, suara karya, Antara,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun