Allahu Akbar - Allahu Akbar - Allahu Akbar
Laa Ilaaha illallaahu wallahu Akbar - Allahu Akbar walillaahilhamdu
Takbir berkumandang sahut-sahutan, dari corong masjid yang satu ke corong masjid yang lainnya. Dari sejak maghrib kemarin hingga menjelang dilaksanakannya shalat Ied.Â
Umat Muslimin secara serentak, dan khususnya di Indonesia, merayakan hari besarnya pada hari ini. Lebaran bergema ke seantero penjuru nusantara. Menyuarakan kemenangan bagi yang berhasil menjalankan ibadah puasa dengan baik.
Idul Fitri adalah simbol bahwa manusia itu pada hakikatnya telah kembali menjadi fitrah. Fitrah laksana bayi yang baru lahir, tidak berdosa dan masih suci. Fitrah bahwa setelah ada perjanjian di alam ruh, setiap manusia yang akan dilahirkan sudah berjanji bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang patut disembah.Â
Fitrah bahwa mereka mengakui ketauhidan dan akan menuruti semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Namun demikian hubungan antara manusia tidak bisa dijembatani oleh Sang Maha. Jika ada kesalahan, maka manusialah yang harus mengurusnya sampai selesai.Â
Oleh karena itulah makna lebaran atau Idul Fitri adalah saling memaafkan satu sama lain. Seberat apapun kesalahan, maafkan. Sedalam apapun kezaliman yang pernah diterima, maafkan. Manusia adalah tempatnya khilaf.
Alkisah, pada zaman tahun hijriyah baru saja berkembang, ada seorang Yahudi yang hidup sebatang kara. Usianya boleh dibilang mulai senja, dengan kondisi fisik cacat karena matanya yang sudah tidak bisa melihat lagi.Â
Oleh masyarakat sekitarnya, ia dianggap gila karena sering berteriak, "Muhammad gila! Muhammad gila!" Tabiatnya yang kurang baik itu kemudian didengar oleh Rasulullah saw.
Beliau adalah manusia teladan yang tiada duanya. Sifat sabar dan pemaafnya tidak perlu diragukan kembali. Pada suatu hari, Rasulullah saw. datang ke rumah Yahudi tersebut dan kemudian mengetuk pintu.Â