Mohon tunggu...
Udi H. Pungut
Udi H. Pungut Mohon Tunggu... profesional -

mantan ketua KLOMPENCAPIR; penumpang setia KA ekonomi bersubsidi Jabotabek; donatur tetap WARTEG.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mendeteksi Pelanggaran Pajak Transaksi Forward CPO

11 Juni 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:36 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sejak digunakan sebagai bahan baku biodisel, perkembangan harga CPO semakin ditentukan oleh banyak faktor termasuk harga minyak mentah. Harga semakin sulit diprediksi, ketidakpastian pendapatan produsen termasuk petani sawit menjadi semakin tinggi.  Ketidakpastian harga mendorong produsen dan konsumen mencari cara untuk memastikan harga di masa depan. Cara yang biasa dilakukan adalah kontrak forward atau perjanjian untuk menjual (membeli) dengan jumlah dan harga tertentu di masa depan. Kontrak forward merupakan salah satu instrumen transaksi berjangka (future trading) dengan syarat kontrak (harga, kuantitas serta waktu dan tempat penyerahan) ditentukan secara bilateral (penjual dan pembeli) dengan harga yang hanya diketahi oleh para pihak yang terlibat. Tiap-tiap kontrak bersifat spesifik dengan volume dan syarat penyerahan yang berbeda-beda dan umumnya ditutup dengan penyerahan pisik. Pembatalan kontrak dapat dilakukan dengan kesepatakan langsung antara para pihak yang terlibat.

Transaksi berjangka CPO dapat pula dilakukan dengan kontrak futures, options dan swap. Namun demikian dua instrumen yang disebutkan terakhir jarang dilakukan dalam transaksi CPO. Pada prinsifnya kontrak futures adalah kontrak forward dengan spesifikasi yang bersifat standar. Volume CPO per kontrak, kualitas dan tempat penyerahannya bersifat segaram. Sebagai contoh, volume kontrak futures CPO di Bursa Malaysia adalah 25 MT per kontrak, dengan kualitas dan tempat penyerahan tertentu. Karena bersifat standar, kontrak futures dapat diperdagangkan di bursa komoditi. Di Bursa Malaysia misalnya, kontrak Futures CPO (FCPO) diperdagangkan sejak 1980.

Transaksi CPO dan Pembayaran Pajak

Berkaitan dengan masalah perpajakan, transaksi forward dapat digunakan sebagai modus transfer nilai ke perusahaan afiliasi. Sama dengan transfer pricing (menjual dengan harga rendah kepada perusahaan afiliasi) tindakan ini dapat menyebabkan keuntungan dan pembayaran pajak perusahaan menjadi lebih rendah. Transfer pricing dengan mudah dapat diketahui dengan membandingkan harga jual dengan harga wajar (arm's length price). Surat Edaran Ditjen Pajak No. SE-04/PJ.7/1993 tentang Petunjuk Penangganan Kasus-kasus Transfer Pricing, dengan jelas mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Mengacu kepada petunjuk tersebut, harga pasar (comparable uncontrolled price) digunakan sebagai patokan dalam menilai kewajaran harga dalam suatu transaksi.

Menentukan "harga wajar" untuk produk CPO bukanlah persoalan sulit. Harga di pasar Rotterdam, misalnya, dapat diketahui dari berbagai kantor berita dengan cara berlangganan. Rotterdam dianggap sebagai pasar spot CPO yang terbesar dunia, dan menjadi acuan bagi pelaku pasar dalam melakukan transaksi. Harga di pasar spot pelabuhan Rotterdam dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai kewajaran harga transaksi CPO. Bila perusahaan menjual dengan harga jauh lebih rendah dari harga patokan maka patut diduga terjadi transfer pricing.

Harga CPO di Rotterdam tentu lebih tinggi dari harga di pelabuhan asal. Selisih harga disebabkan karena banyak faktor termasuk biaya transportasi. Berdasarkan harga rata-rata bulanan, perbedaan harga cif Rotterdam dengan harga fob Belawan berkisar antara 70-75 US dollar per ton. Harga ekspor CPO asal Indonesia umumnya mengacu pada harga di pelabuhan asal. Perbedaan harga ekspor dengan harga CPO di pasar Rotterdam dapat dikatakan wajar bila berada pada kisaran tersebut. Harga Patokan Ekspor yang ditetapkan pada September lalu misalnya sebesar US$810,62 per ton, sekitar US$85 lebih rendah dari harga rata-rata CPO di Rotterdam selama Agustus.

Kerugian dalam transaksi berjangka

Dalam kontrak forward transfer nilai dilakukan dengan menetapkan harga kontrak jual lebih rendah (harga kontrak beli lebih tinggi) dari pada perkiraan harga yang akan terjadi pada saat jatuh tempo. Dengan cara ini perusahaan akan selalu mengalami kerugian karena pada saat jatuh tempo harus menjual dengan harga lebih rendah atau membeli dengan harga lebih tinggi dari harga di pasar.

Cara lain adalah membatalkan kontrak dengan membeli (menjual) kembali kontrak berjangka. Contoh, perusahaan X melakukan kontrak jual CPO pada harga US$100 per ton untuk penyerahan enam bulan kemudian. Sebelum jatuh tempo perusahaan X membeli kembali kontrak tersebut dengan harga US$110 per ton dan harus membayar selisih harga sebesar US$10 per ton yang dicatat sebagai kerugian akibat transaksi berjangka. Cara lain adalah dengan pembatalan kontrak disertai dengan kompensasi tertentu yang harus harus dibayarkan kepada counterpart dalam kontrak.

Pembatalan kontrak tidak selalu dilakukan dengan motif transfer nilai. Kasus di atas misalnya wajar dilakukan bila penjual memperkirakan harga di pasar tunai pada lima bulan kemudian lebih tinggi dari US$110 per ton. Bila ternyata harga pada saat jatuh tempo adalah US$115 per ton, penjual dapat menjual CPO dengan harga tersebut. Padahal bila kontrak tidak diputus harga jual yang akan diperoleh hanya US$100 per ton. Penjual memperoleh selisih harga US$15 per ton, dengan catatan dia harus membayar kerugian transaksi berjangka US$10 per ton.

Bagaimana mendeksi kecurangan

Apa yang akan terjadi di masa depan tidak dapat diperkirakan dengan pasti, demikian pula dengan harga yang akan terjadi pada saat jatuh tempo. Dengan kontrak forward, penjual (pembeli) hanya dapat memastikan harga dan volume transaksi. Penjual atau pembeli tidak dapat disalahkan apabila pada saat jatuh tempo harga di pasar tunai lebih tinggi atau lebih rendah dari harga yang disepakati dalam kontrak. Perbedaan harga kontrak dengan harga di pasar tunai pada saat jatuh tempo tidak dapat dijadikan patokan untuk mengetahui adanya kecurangan.

Dalam melakukan kontrak CPO pelaku pasar selayaknya berpedoman pada harga yang terbentuk di bursa berjangka. Walaupun transaksi dilakukan secara langsung (over the counter), kesepakatan harga biasanya melihat kecenderungan yang terjadi di bursa. Kewajaran harga kontrak dapat dinilai dengan membandingkannya dengan harga di bursa. Untuk komoditi CPO, harga di Bursa Malaysia dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kewajaran harga suatu transaksi berjangka.

Bila perusahaan melakukan kontrak jual dengan harga jauh lebih rendah dari harga di Bursa Malaysia (MDEX), ada kemungkinan transaksi terjadi transfer nilai. Contoh, katakanlah harga di MDEX untuk penyerahan 6 bulan kemudian adalah US$1,000. Adalah wajar bila perusahaan melakukan kontrak forward CPO pada harga tersebut dengan waktu penyerakan sama.

Harga harian kontrak futures CPO di Bursa Malaysia tersedia untuk penyerahan bulan berjalan hingga penyerahan 14 bulan kemudian. Dengan demikian setiap kontrak forward yang dilakukan perusahaan dapat diperbandingkan dengan benchmark harga di bursa tersebut. Kesulitan  muncul bila perusahaan melakukan kontrak forward dengan penyerakan lebih dari 14 bulan ke depan. Benchmark harga kontrak dengan penyerahan 14 bulan ke depan mungkin dapat digunakan sebagai patokan untuk transaksi tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun