Mohon tunggu...
Udi H. Pungut
Udi H. Pungut Mohon Tunggu... profesional -

mantan ketua KLOMPENCAPIR; penumpang setia KA ekonomi bersubsidi Jabotabek; donatur tetap WARTEG.

Selanjutnya

Tutup

Money

Produktivitas Industri Gula

18 November 2013   11:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:00 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Produksi gula nasional tahun ini diperkirakan akan lebih rendah dari pada produksi tahun lalu (2012). Sekali lagi, anomali cuaca dipersalahkan, seolah-olah kita tidak tahu bahwa kecenderungan penurunan produksi sudah terjadi sejak 2009. Produktifitas industri gula nyaris tidak berubah dari kisaran produksi gula per hektar (yield) antara 5 – 6 ton. Pada periode 2004-2008 terjadi kenaikan produksi cukup pesat, namun itu terjadi karena perluasan areal tebu. Kenaikan produktifitas hanya terjadi pada 2004, dari 4,8 ton/ha (2003) menjadi menjadi 6.0 ton/ha.

Sejak krisis 1998, industri gula mencapai kinerja terbaiknya pada 2004 dan 2008 dengan produktifitas 6 ton/ha. Sejak 2009, produktivitas terus turun hingga menjadi 5.2 ton/ha pada 2011 dan karena baru naik lagi pada 2012 menjadi 5,7 ton/ha. Karena areal tebu pada 2009-2011 relatif stabil, dengan sendirinya, produksi menjadi berkurang. Pada 2012 produksi naik hingga menyamai tingkat produksi 2008 (2,58 juta ton) namun dengan luas areal tebu 20 ribu hektar lebih luas. Walaupun rata-rata rendemen mencapai 8.1%, produktifitas industri gula pada 2012 masih lebih rendah dari 2008.

Produktifitas industri gula tidak berkembang karena produktivitas lahan dan rendemen, berubah saling menegasikan. Ketika produktifitas lahan (produksi tebu per hektar) naik, volume gula yang dihasilkan dari setiap ton tebu (rendemen) turun. Upaya pemerintah meningkatkan produktifitas melalui pemberian bantuan kepada petani untuk melakukan peremajaan tanaman tebu (program Bongkar Ratoon) dan subsidi pembelian mesin dan peralatan pabrik (revitalisasi pabrik gula), nampaknya tidak “nendang”, kurang berpengaruh pada kinerja industri gula secara keseluruhan.

Pada skala mikro, dampak program tersebut sebenarnya cukup positif, misalnya kenaikan yield terjadi pada wilayah – wilayah yang terpapar program Bongkar Ratoon. Namun, dampaknya pada industri secara keseluruhan menjadi tidak terasa karena terbatasnya cakupan program. Selain itu, insentif untuk merevitalisasi mesin dan peralatan kurang mendapat sambutan dari pabrik gula yang nota benenya adalah milik pemerintah sendiri.

Pola transaksi dan kepemilikan pabrik

Insentif untuk meningkatkan produktifitas akan terjadi dengan sendirinya jika manfaat yang diperoleh dari tindakan itu dapat dirasakan setidak-tidaknya sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sistem insentif seperti itu tidak berjalan efektif pada industri gula yang menganut sistem bagi hasil. Seperti diketahui, transaksi antara petani dengan pabrik gula dilakukan dengan sistem bagi hasil: pabrik gula mengolah tebu milik petani, menghitung rendemen dan volume gula untuk tiap-tiap kelompok petani (kelompok giling), kemudian mengambil sebagian hasil produksi sebagai ongkos giling. Pola transaksi seperti itu kurang mendorong peningkatan produktifitas baik pada sisi petani (on-farm) maupun pabrik gula (off-farm).

Pada sisi petani, tidak ada insentif untuk meningkatkan kualitas tebu, karena pendapatannya ditentukan oleh kualitas tebu petani lain, kinerja pabrik gula dan selain kualitas tebu miliknya sendiri tentunya. Petani malah berlomba-lomba memperburuk kualitas tebu (race to the bottom). Pada sisi pabrik gula, karena bukan menggiling tebu miliknya sendiri, pabrik gula kurang terdorong meningkatkan kinerja. Manfaat peningkatan kinerja pabrik akan lebih banyak dinimkati oleh petani (pemilik tebu) dari pada pabrik gula sendiri.

Bagi sementara kalangan, kepemilikan negara pada pabrik gula adalah harga mati. Sebenarnya siapa yang paling diuntungkan dengan kepemilikan negara tersebut? Kepemilikan negara ternyata tidak membuat kordinasi kebijakan pemerintah di sektor gula menjadi lebih mudah. Sebagai pemilik BUMN, pemerintah tidak serta merta dapat menggunakannya sebagai instrumen kebijakan. BUMN di sektor gula ternyata memiliki paradigma sendiri yang tidak selalu sejalan dengan tujuan pemerintah di sektor gula.

Adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa hambatan utama program revitalisasi pabrik gula adalah rendahnya kemampuan dan kemauan investasi pabrik gula BUMN. Hanya sebagian kecil anggaran subsidi pembelian mesin dan peralatan yang sudah dialokasikan pemerintah yang dapat diserap oleh pabrik. Keengganan melakukan peremajaan itu boleh jadi karena manfaatnya bagi perusahaan lebih kecil dari pada biayanya. Bagi pabrik gula, adalah lebih menguntungkan melakukan efisiensi biaya dari pada meningkatkan produktivitas pabrik yang manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh petani (pemilik tebu).

Status quo

Masalah utama industri gula sejatinya adalah keengganan untuk keluar dari status quo. Sistem bagi hasil misalnya, seolah-olah satu-satunya cara transaksi yang paling menguntungkan bagi petani dan pabrik gula. Padahal, sistem itu menyebabkan hubungan transaksi menjadi rumit, merusak sistem insentif dan membuka peluang bagi masuknya pemburu rente. Persoalan – persoalan seperti perhitungan rendemen tidak adil, kebutuhan dana talangan dan kolusi dalam lelang gula milik petani, muncul karena sistem itu.

Efisiensi pengelolaan boleh jadi akan membuat pabrik gula BUMN meraih untung, namun itu tidak cukup membuat industri gula mencapai kemajuan. Indikator keberhasilan BUMN gula perlu pula mempertimbangkan kemampuan teknisnya dalam mengolah tebu. Kejujuran dalam menghitung rendemen tentu perlu, tetapi peningkatan rendemen tidak akan optimal jika hanya mengandalkan mesin dan peralatan yang sudah uzur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun