Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asumsi: Angka Bunuh Diri di Gunungkidul Mendekati 1.000

30 September 2016   06:16 Diperbarui: 30 September 2016   07:06 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunuh diri di Gunungkidul sebagian besar dengan cara gantung diri. Ilustrasi Net

 

Purwanto ST, anggota DPRD menyoroti, berita tentang warga bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. Menurutnya, tiap tahun, tiap bulan, bahkan hampir tiap minggu dan hari, berita tersebut menghiasi halaman media massa. 

Politisi Partai Gerindra ini menyayangkan,  Pemerintah tidak memiliki solusi karena miskin data. Lanngkah penurunan angka kematian karena bunuh diri, jalan di tempat. Ada semacam pembiaran, peristiwa bunuh diri menjadi santapan pers, karena berita tersebut terbilang sexsy.

“Dinsosnakertrans selaku institusi yang bertanggungjawab secara teknis terhadap masalah sosial seperti ini, bahkan  tidak memiliki data rinci. Dari tahun ketahun, berapa ratus warga yang nekad memilih bunuh diri, tidak tercatat dengan baik” kritik Purwanto, Jumat, 30/9/2016.

Padahal menurut Ketua Komisi C ini,  kenderungan warga bunuh diri itu terjadi sejaktahun 1980-an. Pemerintah, menurutnya justru seperti setuju terhadap ‘deklarasi’ yang dilakukan media massa, bahwa di Gunungkidul ada  pulung gantung.   

“Itu pemberitaan yang omong kosong,  tidak bisa dipertanggungjawabkan sekaligus tidak memiliki dasar akademis,” tuturnya. 

BPMPKB, yang senantiasa berkampanye masalah angka kelahiran harapan hidup, sama sekali tidak pernah menyentuh kasus bunuh diri. Ada Kantor Kementrian Agama, namun tidak pernah terdengar melakukan pencegahan melalui penguatan moral terhadap kelompok masyarakat rentan bunuh diri.

Merujuk data Bagian Operasional Polres Gunungkidul, Purwanto mencatat, tahun 2007, 2008, 2009 angka bunuh diri mencapai 31, 29, serta 27 orang. Dalam kurun 35 tahun mulai 1980-2015 , kata dia, diambil pertahun rata-rata terjadi  27 peristiwa ,maka angka bunuh diri di Gunungkidul mencapai 945 kematian.

“Mengerikan, hampir mendekati 1.000 orang. Itu angka kasar dalam bentuk asumsi, kenyataan bisa lebih, bisa kurang. Kelemahan pemerintah, selama ini tidak melakukan langkah antisipasi kongkrit, dan serius. Pencatatan data tidak terdokumentasi dengan cermat,” ulas Purwanto.

Mati karena bunuh diri tidak bisa dianggap problem sosial yang ringan. Menurut Purwanto, penangannanya perlu dilakukan  lintas sektoral, mulai dari Dinsosnakertras, BPMPKB, Kantor Kementrian Agama, juga Polres Gunungkidul, bersama masyarakat.

Lebih jauh Puwanto menjelaskan, mati dengan cara bunuh diri itu bukan takdir, tetapi pilihan dangkal karena sempitnya ilmu yang ada pada pelaku. Bukan pula ‘pulung’ sebagaimana dilegalkan media massa serta pemahaman sebagian masyarakat Gunungkidul selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun