Kala mulai menua, kita ingin bernostalgia. Tentang apa saja, yang jelas sudah menjadi khasanah diri pribadi. Bisa tiga tahun yang lalu, tapi mungkin pula tiga puluh tahun yang lalu.
Mengenang jajanan misalnya. Dari lintasan waktu yang lama itu, suatu saat tiba-tiba ingat Jogjakarta.
Rekonstruksi pun jatuh pada "Kipo Kotagede".Â
Anggota WAG Sitihinggil memang sudah sepuh-sepuh. Usianya sekitar 70 tahunan. Dahulu pernah kuliah di Pagelaran Kraton Jogja. Kampus Biru belum ada.
 Kudapan berukuran mini masih ngangeni.
Walau mini, ia menjadi salah satu kudapan Kelas Menengah. Berbahan tepung beras ketan, lalu dijadikan adonan dengan air dan daun suji. Kemudian dibentuk secara alami, hanya dengan kepalan tangan, di atas alas lembaran daun pisang. Tengahnya diisi enten-enten. Lalu dipanggang, dalam bentuk bulatan kecil-kecil. "Sekali masuk ke mulut, sudah lebur lumat tertelan".
Sebagai masyarakat agraris, dahulu Indonesia kaya dengan berbagai jenis kudapan. Kudapan beras ketan, berstatus sosial lebih tinggi tinimbang yang dari tepung kanji ubi kayu.
Di Padang, ada Ketupek Si Pulut. Di kawasan lain dijumpai pula Pulut Udang, Lalampa, Lapek Bugis, Temo Coe (ondhe-ondhe versi Indonesia Timur).
Masa lalu yang bermartabat, membuat kita rindu mengenang. Kadang-kadang bersinggungan dengan "sapa sira sapa ingsun". Siapa anda dan siapa saya tersebut, masih saja ikut terbawa-bawa di hari-hari yang semakin senja.