Kita tidak selingkuh karena membenci pasangan. Kita selingkuh karena rindu akan perhatian yang dulu pernah ada.
---
Antara Kesetiaan dan Kebutuhan untuk Dicintai
Banyak orang menghakimi selingkuh sebagai kelemahan moral. Tapi jarang yang bertanya: apa yang membuat seseorang rela menghancurkan rumah tangganya sendiri?
Jawabannya seringkali sederhana: kelaparan akan validasi, keintiman, dan rasa aman emosional.Â
Bukan berarti selingkuh bisa dibenarkan. Tapi memahami akarnya adalah langkah pertama untuk mencegahnya.
---
Bagaimana Menyelamatkan Hubungan Sebelum Terlambat?
- Kembalikan Ritual Kecil:Â Sarapan bersama 10 menit tanpa ponsel. Tidur lebih awal agar sempat ngobrol. Peluk sebelum berangkat kerja. Hal-hal kecil ini adalah "nutrisi" bagi hubungan.
- Jujur tentang Kebutuhan Emosional:Â Jangan menunggu sampai frustasi. Katakan: "Aku butuh kamu lebih hadir."atau "Aku rindu kita ngobrol kayak dulu."
- Batasi Dunia Digital di Rumah:Â Jadikan rumah sebagai safe space dari notifikasi, bukan tempat di mana dua orang duduk berdampingan tapi terhubung ke dunia lain.
- Investasi pada Kualitas, Bukan Kuantitas:Â Lebih baik 30 menit benar-benar bersama tanpa gangguan, daripada seharian di rumah tapi masing-masing sibuk dengan layar.
---
Penutup: Cinta Butuh Dirawat, Bukan Hanya Dipertahankan
Selingkuh bukanlah akhir dari cinta. Ia adalah teriakan dari jiwa yang kelaparan-Â kelaparan akan perhatian, pengertian, dan kehadiran yang tulus.
Di tengah hiruk-pikuk kota, mari kita ingat: rumah bukan hanya tempat tinggal, tapi tempat di mana dua jiwa saling mengisi.
Karena di balik setiap selingkuh, seringkali ada pasangan yang lupa bertanya: Â
"Apa kabar hatimu hari ini?"