“Yang berani speak up mungkin hanya sepuluh, padahal kejadiannya bisa jauh lebih besar.” Kalimat dari Taufan Setyo Pranggono, Ketua Tim Kerja ADIA LLDikti Wilayah III, ini seperti mengungkap fenomena gunung es yang selama ini terpendam di dunia kampus.
Kekerasan seksual di perguruan tinggi bukan isu baru. Namun, fakta bahwa sebagian besar kasus tidak pernah tercatat karena korban memilih bungkam, menjadi alarm merah bagi dunia pendidikan kita. Stigma, rasa malu, relasi kuasa dengan dosen atau senior, hingga ancaman dilaporkan balik — semua ini membuat korban terjebak dalam bisu yang menyakitkan.
Tapi harapan mulai muncul. Melalui Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024, pemerintah mewajibkan setiap kampus membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual). Mereka bukan hanya penanggap darurat, tapi juga garda depan dalam pencegahan: melakukan survei sensitif, kampanye edukatif, serta memberi pendampingan psikologis dan hukum.
Dari Satgas hingga AduinAja: Langkah Nyata Menuju Kampus Aman
Beberapa kampus sudah menunjukkan komitmen nyata:
- UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mendirikan PLT-PPKS sebagai pusat layanan terpadu.
- Platform digital seperti AduinAja hadir sebagai ruang aman untuk melapor secara anonim.
- Kampanye publik digencarkan untuk mengubah budaya "diam" menjadi budaya dukungan.
Namun, tantangan masih besar. Banyak mahasiswa belum tahu keberadaan Satgas. Budaya victim blaming masih kuat. Dan yang paling mengerikan: relasi kuasa. Bagaimana seorang mahasiswi bisa melawan dosen yang menentukan masa depan akademiknya?
Seorang aktivis kampus yang enggan disebutkan namanya berkata: "Kami butuh lebih dari sekadar aturan. Kami butuh kampus yang benar-benar aman, tempat korban tidak takut melapor, dan pelaku tidak dilindungi."
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Perubahan tidak bisa datang hanya dari atas. Butuh partisipasi semua pihak:
1. Dosen & Pegawai: Jadilah first responder yang responsif, bukan yang menyalahkan.
2. Mahasiswa: Bangun budaya saling dukung. Jika temanmu bercerita, percayai. Dampingi. Jangan sebarkan.
3. Kampus: Sosialisasi masif tentang Satgas dan mekanisme pelaporan. Pastikan independensinya.
4. Masyarakat: Hentikan stigma. Kekerasan seksual bukan aib korban, tapi kejahatan pelaku.
Penutup: Keamanan adalah Hak, Bukan Privilege
Pendidikan harusnya menjadi ruang aman untuk belajar, berkembang, dan bermimpi. Bukan tempat di mana rasa takut menggantikan semangat belajar.
Pembentukan Satgas dan platform seperti AduinAja adalah langkah maju. Tapi itu hanya awal. Yang dibutuhkan adalah transformasi budaya — dari kampus yang diam, menjadi kampus yang peduli, melindungi, dan memulihkan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!