Beberapa bulan lalu, teman lama saya, Andi, tiba-tiba menghubungi lewat WhatsApp. Â
Bukan untuk ngajak ketemuan, tapi nanya: Â
"Bro, tau nggak tempat les privat di daerah sini? Aku mau ngajar. Gaji udah dipangkas, proyek ditunda, dan aku butuh tambahan."
Andi bukan buruh pabrik. Â
Dia seorang arsitek. Â
Pernah kerja di firma besar, proyeknya tersebar dari Jakarta sampai Balikpapan. Â
Tapi sekarang? Â
Harus cari kerja sampingan karena perusahaannya merumahkan 30% karyawannya.
Dan Andi bukan satu-satunya.
Dari pabrik tekstil di Tangerang, perusahaan logistik di Surabaya, hingga startup di Jakarta, gelombang PHK massal terasa makin nyata. Â
Bukan hanya karena krisis ekonomi, tapi juga otomatisasi, perubahan bisnis model, dan tekanan global.
Pemerintah sibuk bikin program, pengusaha sibuk bertahan hidup, dan rakyat --- terutama pekerja --- hanya bisa menunggu: Â
Apakah saya yang berikutnya?
---
PHK Massal Bukan Hukum Alam, Tapi Tanda Sistem yang Rapuh
Kita sering dengar narasi: "Ini siklus ekonomi. Harus ada korban."
Seolah PHK massal itu hal yang wajar, seperti musim hujan dan kemarau.
Tapi coba tanya ke ibu yang anaknya baru lulus kuliah dan langsung nganggur. Â