Begitu pula perbedaan pemaknaan mimpi mereka, misal tentang rumah. Generasi X terinspirasi oleh orang tuanya (baby boomers)Â dan kakek nenek mereka (traditionalist) yang umumnya memiliki rumah yang besar-besar dengan halaman yang luas.
Karenanya, generasi saya ini (Gen X), umumnya bekerja keras untuk memiliki rumah besar tadi dengan jalan menabung membayarnya secara cash, maupun menyicilnya sampai dengan lunas.
Namun berbeda dengan generasi di bawahnya (Gen Y atau Gen Z). Bagi mereka terutama yang hidup dan bekerja di kota-kota besar, umumnya sudah mulai tinggal di apartemen, flat atau rumah susun. Itu pun mungkin lebih banyak yang menyewa atau mengontrak saja.
Bukan mereka tidak memiliki dana yang cukup. Tapi pengunaan uangnya lebih banyak dipakai untuk pergi jalan-jalan baik lokal domsetik mau pun keluar negeri. Mengisi dan memenuhi image picture library - nya di medsos mereka.
Dari tinjauan neurosains juga sangat baik rupanya bagi perkembangan nerve atau jaringan sinapsis koneksi antar neuron-neuron listrik otak mereka. Artinya memintarkan pikiran mereka. Otak menyukai hal-hal yang baru atau novelty. Kata mereka; 'Enjoy your life! Happy brain with healthy life'.
Dari perspektif human brain development, sesuai yang disampaikan melalui agama; 3 fase perkembangan otak anak masing-masing kurang lebih 7 tahun-an. Terutama di fase ketiga atau di 7 tahun terakhir, di mana  pada prefrontal cortex (pfc) anak, fungsi otak eksekutif mereka belum berfungsi optimal. Mungkin pada anak remaja perempuan lebih awal setikar 17-18 tahun.
Namun di kebanyakan remaja pria biasanya agak sedikit terlambat, bisa di atas 21 tahun hingga 25 tahun baru berfungsi sempurna.
Oleh karenanya, walau semakin ke sini generasi di bawah kita ini semakin berpotensi lebih pintar karena kapasitas listrik otak berpikirnya lebih cepat seperti penjelasan sebelumnya, namun kepada generasi Z yang baru bekerja tidak bisa kita mem-push, menegur atau bahkan memarah-marahi mereka bila ada hal-hal yang tidak sesuai.
Karena memang percuma, selain tidak baik untuk kesehatan kita (ingat proses HPA Axis) yang memarah-marahi, mereka yang dimarahi pun belum dapat berpikir rasionalnya secara optimal. Kalau diteruskan dan dipaksakan akan terjadi 'dead-lock communication'.
Lain lagi halnya, selama pandemi ini akan banyak memunculkan 'orang-orang pintar'. Akan tetapi tidak didominasi oleh angkatan muda saja.
Alasannya masuk akal; karena selama pandemi orang-orang secara umum lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Kalaupun sudah mulai bekerja sebagian, pada masa PSBB Transisi (Pembatasan Sosial Berskala Besar), setidaknya mereka memiliki waktu lebih banyak dan lebih intens di depan komputer, smartphone, dan gadget lainnya. Mereka akan lebih banyak memperoleh informasi baik berupa teks, gambar dan video. Tidak hanya memintarkan, namun juga akan memunculkan kreativitas-kreativitas baru. Pandemi COVID-19 merupakan guru terbaik kita dalam hal transformasi digital. 'Digitalize your brain'.Â