Mohon tunggu...
Balqis Namiral
Balqis Namiral Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jejak Gagasan Ksatria: Menjadi Mahasiswa UNAIR yang Peka, Setara, dan Berdaya

5 Agustus 2025   22:51 Diperbarui: 5 Agustus 2025   22:50 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengikuti Forum Group Discussion (FGD) Candradimuka bukan hanya memberi saya pengalaman debat dan berargumentasi, tapi juga membuka mata saya tentang realitas pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari kata merata. Dalam kegiatan tersebut, saya tergabung dalam tim yang mendukung mosi bahwa pendanaan pendidikan harus lebih difokuskan kepada masyarakat kurang mampu, bukan semata kepada mereka yang berprestasi.

Sepanjang diskusi, kami menyuarakan pandangan bahwa keadilan sosial dalam pendidikan bukan berarti semua orang diberi jumlah bantuan yang sama, melainkan bagaimana negara dan masyarakat memberi dukungan lebih kepada mereka yang berada dalam posisi paling tertinggal. Argumentasi kami bukan datang dari sekadar empati, tapi dari kesadaran penuh terhadap struktur sosial yang timpang. Dan saya merasa, isu ini sangat relevan dalam kehidupan kita sebagai mahasiswa UNAIR, apalagi jika kita ingin menjadi bagian dari perubahan menuju Indonesia yang berkelanjutan.

Sebagai mahasiswa UNAIR, kami seringkali berada dalam ruang-ruang diskusi yang membicarakan keadilan, kesejahteraan, dan pembangunan. Tapi apakah kita sudah cukup peka terhadap teman-teman di sekitar kita yang harus berjuang keras untuk sekadar bisa membayar UKT, membeli modul, atau sekadar makan sehari dua kali? Saya pernah melihat sendiri ada teman seangkatan saya yang harus bolak-balik mencari wifi gratis karena tidak mampu beli kuota untuk kuliah daring. Ada pula yang nyambi kerja malam hari demi bisa tetap kuliah. Ini bukan kisah langka, ini kenyataan yang dekat.

Dalam konteks UNAIR, mosi ini menampar kesadaran saya bahwa kampus bukan sekadar tempat untuk mencari IPK tinggi, tapi juga tempat belajar menjadi manusia yang adil dan peduli. Kalau kita ingin mewujudkan Indonesia yang berkelanjutan, maka UNAIR sebagai institusi pendidikan tinggi harus menjadi garda depan dalam menciptakan ruang belajar yang inklusif dan aksesibel untuk semua kalangan. Mahasiswa dari keluarga kurang mampu harus mendapatkan dukungan maksimal, tidak hanya dari negara, tetapi juga dari sistem kampus dan komunitas civitas akademika.

Pendanaan pendidikan yang berpihak kepada yang membutuhkan bukan berarti meremehkan prestasi. Justru dengan memastikan semua orang memiliki titik awal yang setara, kita memberi kesempatan agar prestasi bisa tumbuh di mana saja bukan hanya di kalangan yang mampu. Di sinilah letak esensi dari keadilan distributif: bukan menyamakan hasil, tapi menyamakan kesempatan. Diskusi ini juga membuat saya berpikir, UNAIR harus terus memperkuat sistem bantuan dan beasiswa berbasis kebutuhan, serta menghilangkan stigma terhadap mahasiswa penerima bantuan. Tak sedikit dari mereka yang justru memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi karena mereka tahu betapa berharganya kesempatan ini. Kita juga perlu mendorong penguatan sistem pembinaan, mentoring, dan komunitas agar bantuan pendidikan tak hanya sebatas uang, tetapi juga dukungan emosional dan sosial yang berkelanjutan.

Sebagai mahasiswa, peran kita bukan hanya duduk di kelas dan lulus tepat waktu. Kita harus menjadi bagian dari ekosistem pendidikan yang adil. Refleksi dari FGD ini menanamkan satu prinsip kuat dalam diri saya: pendidikan adalah hak, bukan hadiah. Dan sebagai mahasiswa UNAIR, saya ingin ikut menjaga nilai itu bukan hanya dalam ucapan, tapi dalam aksi nyata, baik lewat organisasi, riset, maupun gerakan sosial. Forum diskusi seperti Candradimuka seharusnya bukan berhenti pada debat semata, tapi menjadi awal dari kesadaran kolektif. Saya menyadari, mosi yang kami dukung tidak hanya bicara tentang kebijakan pendidikan, tapi tentang masa depan bangsa. Jika kita ingin membangun Indonesia yang berkelanjutan, maka kita harus memastikan bahwa setiap anak bangsa punya kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan berkontribusi.

Saya percaya bahwa mahasiswa UNAIR bisa menjadi agen perubahan itu. Dengan terus mendorong kebijakan yang berpihak pada mereka yang paling membutuhkan, kita tidak hanya sedang menolong individu kita sedang memutus rantai kemiskinan, merawat keadilan sosial, dan menyalakan cahaya harapan di banyak sudut negeri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun