Mohon tunggu...
ويجايا WNKS
ويجايا WNKS Mohon Tunggu... -

Luntang lantung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Proyek e-KTP Hingga Carut-marutnya Sistem Dokumentasi Kantor Pemerintahan

8 Mei 2013   10:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:55 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum saya berpanjang lebar mengenai ketidak mengertian saya akan kasus eKTP hingga kebingungan saya akan pernyataan-pernyataan bapak MenDaGri di media masa mengenai Do's and Dont's eKTP yang malah membuat saya seperti membaca cerita satire.

Saya tidak mengulas eKTP karena pastinya ada yang jauh lebih paham mengenai kentang panas tersebut agar tidak. Saya sendiri mengambil kisah 1001 eKTP tersebut sebagai bahan dasar tulisan ini.

Sebagai orang awam yang jarang mengikuti kisah mimpi buruk keputusan-keputusan pemerintah yang hanya setengah jalan atau bahkan kurang saya menjadi teringat sekelumit kegeraman saya saat mengantar keluarga saya ke kantor imigrasi di salah satu kabupaten di Bali. Karena keteledoran kerabat, paspor miliknya menjadi rusak tanpa disengaja, dan diapun mengakui keteledorannya tersebut dan berniat membuat paspor pengganti untuk menggantikan paspor yang rusak tersebut. Ternyata oh ternyata proses penggantiannya begitu ruwetnya bahkan beliau harus tetap mengumpulkan dokumen-dokumen pendukung yang asli semacam Akte kelahiran (selama ini karena beliau tidak tamat Sekolah Dasar hanya mempunyai Surat Keterangan Lahir juga disebabkan tidak pernah mengurus akte kelahiran karena )

Si petugas ngotot meminta keranat saya tersebut untuk melampirkan Akte Kelahiran dan sayapun berusaha menerangkan bahwa paspor tersebut dulunya dibuat secara resmi di kantor yang sama, sayapun meminta agar melihat data-data yang lama kembali (anggapan saya, instansi pemerintah semacam imigrasi pasti mempunyai salinan data-data tersebut)

Dengan berat hati si petugas penerima pengajuan permohonan paspor tersebut beranjak keruang dokumentasi (paling tidak itu yang saya pikir) dan selang 30 menit kemudian kembali dengan membawa Map dan meneliti kalau memang berkas lama berdasarkan hanya dengan Surat Keterangan Lahir yang dikeluarkan oleh desa dimana kerabat saya itu berdomisili.

Sayangnya itu tidak cukup dan petugas masih bersikeras meminta Akte Kelahiran atau Ijazah minimum SMA karena itu adalah persyaratannya. Sayapun akhirnya mundur karena begitu petugas membawa-bawa persyaratan dan peraturan saya tidak dapat berbicara lagi. Saya kemudian bertanya lagi apakah tidak ada alternative lainnnya karena kebetulan kerabat saya hendak menengok anaknya di Belanda dalam waktu kurang dari 30 hari. Si petugas hanya menggeleng dan kamipun pergi dengan berat hati.

Kembali kepermasalahan  eKTP saya sendiri menyangsikan kesiapan aparatur aparat mengenai keluwesan tanda pengenal diri tersebut, walau sudah diembel-embeli istilah asing "Electronic" saya ragu apakah semua perangkat yang berwenang mamng sudah siap menerapkannya? Seberapa elektronikkah KTP tersebut? apakah pendokumentasian setiap individu di masyarakat akan menjadi lebih teratur? benarkah?

Tentu saya tidak menyalahkan eKTPnya yang saya pertanyakan adalah seberapa besar andil eKTP yang diaplikasikan ke masyarakat "mempermudah" kelancaran suatu urusan, jika setiap mengaplikasi sesuatu segala tetek bengek mesti dilampirkan, dan bahkan terkadang tidak ada hubungan langsung dengan yang dipermohonkan?

Bayangan saya mengenai eKTP adalah, sistem data penduduk yang memungkinkan untuk mengecek setiap data individu jika diperlukan mulai dari ujung timur Indonesia hingga ujung barat Nusantara ini. Kenyataannya setiap berpindah domisili masih tetap harus membawa surat keterangan pindah domisili, mencari KTP baru (walau konon katanya eKTP akan mengusung Nomor Induk Kependudukan yang sama) yang membuat masyarakt bertambah repot karenanya. Padahal menurut saya yang awam ini, semua perubahan data bisa dilakukan secara elektronik yang bersambung dengan pusat data dan otomatis memperbaharui data diri si pemegang eKTP (atau saya hanya mimpi?)

Dimanakah eKTP seyogyanya bisa dilaksanakan? mulai dari perangkat daerah kecil macam Desa hingga untuk urusan-urusan finansial semacam perbankan hingga untuk urusan pemilihan kepala daerah hingga kepala negara. Belum lagi jika dimanfaatkan oleh imigrasi untuk WNI yang keluar dari dan masuk ke NKRI boleh jadi pemanfaatannya akan lebih maksimal dengan hanya menempelkan data informasi di "chip" yang dibenamkan ke KTP tersebut hingga tidak perlu lagi menyetempel paspor.

Saya sendiri berharap akan ada yang menerangkan fungsi dari eKTP itu dan bukan hanya sebatas cool ID with chip

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun