Mohon tunggu...
Wawan Setiawan
Wawan Setiawan Mohon Tunggu... Swasta -

Penulis adalah pengisi kolom info teknologi di portal Tribrata Polda Jateng http://www.tribratanewsjateng.com, narasumber tetap acara Teknovasi (teknologi dan inovasi) SBOteve milik Jawa Pos, dan CEO Internet Service Provider Baliooo.com email: wawan@baliooo.com website: http://www.baliooo.com Kompasiana: http://www.kompasiana.com/baliooo Blog: http://baliooo.wordpress.com Arsip acara televisi Teknovasi (Teknologi dan Inovasi) bisa anda cari di http://www.youtube.com dengan keyword "teknovasi"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Roman Abramovich, Sibneft dan Sosialisme

15 Mei 2016   13:04 Diperbarui: 15 Mei 2016   16:00 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seperti kita tahu, bahwa USSR bubar pada tahun 1989, pecahan negara yang paling besar adalah Russia dan Russia yang bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban USSR di dunia internasional. Boris Yeltsin sebagai Presiden pertama Russia membawa ekonomi liberal, persis 180 derajad dengan ekonomi Marxisme Leninisme. Banyak aset produksi yang macet ketika USSR kolapse, namun aset produksi ini dijual sangat murah ke kalangan swasta, yang mendapat pinjaman dari luar negeri terutama Rotshchild untuk membeli perusahaan minyak.

Di zaman Boris Yeltsin, orang terkaya di Russia adalah Mikhail Khodorkovsky, yang sekarang telah pindah ke London, setelah dibebaskan dari penjara karena masalah pajak. Khodorkovsky bersama Roman Abramovich membentuk perusahaan minyak Yukos, yang kemudian dinasionalisasi oleh negara. Roman Abramovich juga pemilik Sibneft, perusahaan oil terbesar ke lima di Russia, yang kemudian pada tahun 2006 dinasionalisasi oleh negara melalui Gazprom. Nasionalisasi Sibneft ini nasionalisasi terbesar di Russia, dan juga Sberbank mengucurkan kredit terbesar dalam sejarah, yaitu sekitar usd 13 billion.

Tapi memang inilah Russia, perusahaan yang telah besar dan potensial, seperti Yukos, Sibneft, dinasionalisasi oleh negara, selain karena ini perusahaan minyak yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan konsep ini saya kira Russia meski menjalankan kapitalisme, atau membolehkan modal privat, tapi kapitalisme-nya masih dikontrol atau di-rule oleh negara.

Hal ini bisa dicontoh di Indonesia misalnya, perusahaan vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak diberi opsi untuk dinasionalisasi 50.1% baik lewat saham public ataupun lewat saham privat. Dengan demikian kas negara bisa berasal dari pajak, dan juga berasal dari deviden perusahaan. Konsep BUMN juga tidak memungkinkan memarkirkan kapitalnya ke luar negeri, dan kapital yang dipunyai oleh BUMN bisa digunakan untuk meregulasi makro ekonomi, misalnya floating kurs.

Paham Marxisme Leninisme, memang tidak orthodox atau monoton ditafsirkan sebagai Komunisme saja. Tapi dari pemahaman yang kreatif atas Das Kapital, China, Kuba, Vietnam, Russia, mempunyai cara sendiri sehubungan dengan das kapital. Saat ini saya kira era kapital negara atau state kapital yang menguasai ekonomi dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.  Dari negara Singapore, Dubai, Arab Saudi, Qatar, mereka menggunakan state BUMN untuk menyelenggarakan sosialisme negara. Singapore dengan Temasek-nya misalnya, meregulasi ekonomi negara secara makro, dan membebaskannya secara mikro,

Meski paham Marxisme atau Kapital diterjemahkan secara berbeda beda di beberapa negara, namun ada satu kesamaan bahwa di negara yang menganut Marxisme Leninisme mempunyai Human Development Index yang cukup tinggi, Saya kira pengaruh pengaruh positive tersebut yang wajib untuk kita adopsi,

Wawan Setiawan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun