Mohon tunggu...
TEOBALDUS HEMMA
TEOBALDUS HEMMA Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

BERDIALEKTIK

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menggugat Kesadaran Mahasiswa

4 Juni 2019   02:55 Diperbarui: 5 Juni 2019   05:36 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Mahasiswa juga sebagai moral force (gerakan moral)  yaitu mahasiswa sebagai penjaga stabilitas lingkungan masyarakat. diwajibkan untuk mempunyai moral yang ada dalam otak, bila ada persoalan lingkungan yang menyimpang dari otak, maka mahasiswa dituntuk untuk merubah dan mempejuangkan idealismenya demi kebenaran meluruskan kembali masalah moral yang ada agar bisa merubah kearah yang baik dan benar melalui metode kritik secara diplomatis ataupun aksi nyata.

         Oleh karena itu proses berdialektika dalam dunia kampus harus berjalan secara terus-menerus, baik melalui dunia organiasasi maupun tidak sehingga  cara berpikirnya yang logis dan rasional betul-betul dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas. 

          Mahasiswa dengan segala kelebihanya dan potensinya  tentu saja tidak bisa disamakan dengan masyarakat lain dalam memperjuangan dan kontribusi bagi kepentingan bangsa karena pemuda dalam hal ini mahasiswa memiliki idelaisme yang merupakan kemewahan terakhir yang ada dan hanya dimiliki pemuda seperti yang dikatakan Tan Malaka.

         Mahasiswa dalam hubunganya sebagai penyambung aspirasi masyarakat yang  berkaitan dengan persoalan bangsa. harus memanfaatkan fungsinya sebagai agen perubahan dan agen pengontrol secara ontologi. Namun dibalik itu semua mahasiswa  di ninabobokan oleh sistem birokat kampus (dengan lahirnya otonomi kampus) dengan pasal-pasal yang manipulatis.

         Kita kembali merenung dan mengingat tentang proses perjalanan kita sebagai mahasiswa mulai disaat kita masuk kampus atau biasa disebut sebagai mahasiswa baru, mahasiswa yang diperanalkan dengan prosedur-prosedur kampus yang harus ditunaikan. Bukan hanya itu, birokat kampus dipamerkan tanpa kesadarann yang masuk akal mengenai kode etik dan yang paling menakutkan adalah ditakuti-ditakuti melalui dokrin yang menggangu psikologis mahasiswa.

        Selain itu juga banyak kebijakan-kebijakan oleh birokasi kampus kepada mahasiswa seperti tata cara berpakayan rapih, tidak memakai sandal, tidak diperbolehkan memakai kaos oblong saat masuk kampus, ramput rapih, dan diwajibkan membeli buku-buku yang tidak berkualitas dan tidak bernilai. Anehnya lagi mahasiswa tidak boleh membawakan buku-buku yang yang dianggap kekirian, seperti ajaran marxisme dan Leninisme serta filsafat kritis, baik dari segi materialisme maupun dari segi idealisme (TAP MPRS NO: 25 dan 3 tahun 1966). Sehingga  mahasiswa tetap menjadi arus pengkhinat dalam mencerdasakan kehidupan berbangsa dan bernegara.


        Sementara tara kecerdasan bangsa wajib di miliki kaum pemuda yaitu mahasiswa sebagaimana mestinya sesuai landasan ontologi yang konseptual. Hal-hal yang memang untuk perlu dimiliki mahasiswa yaitu perlu Eksistensi dan Ensisi atau sebaliknya. Jika melihat dari sisi kronologis mahasiswa di jadikan pabrik kapitalisasi pendidikan sebagai mesin uang, mahasiswa tidak berpikir dan tidak sadar akan  peran dan arti ensisi mahasiswa itu sendiri. Hanya berpikir kapan wisuda, tidak dipertanyakan dalam hati  soal kontribusi dalam mewujudkan kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara dan  apakah sudah pernah berkontribusi terhadap dirimu sendiri dan bagi masyarakat.

         Orang tua bersusaha  untuk membiayai uang kuliah, belum termasuk uang belanja yang kepentingannya tidak jelas sesuai esensinya. Hanya dalam otak kapan wisuda dan tidak menilai sudah berapa uang orang tua selama berada di perguruan tinggi.

      Dimanakah kesadaran mahasiswa tentang kebebasan berpikir jika pertanyanya seperti itu, maka mahasiswa harus ada keberanian untuk melawan dan menuntut kebijakan-kebijakan kampus yang tidak Rasional.

       Namun dibalik itu semua, salah satu cara untuk mencegah diskriminasi dalam dunia  kampus yang tidak memberikan kebebasan berpikir dan berpendapat  yang seharusnya kepada mahasiswa. Sehingga mahasiswa tidak dibelengguhi kebodohan dan kesesatan berpikir.

        Wujudkan pendidikan yang berdemokrasi dan membuka literasi melalui berdalektika seperti apa yang dikatakan Socrates bahwa berdialektika adalah mencari kebenaran melalui diskusi yang panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun