Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Senandung Pilu Kemanusiaan

21 Februari 2018   22:44 Diperbarui: 21 Februari 2018   22:59 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan yang massif terjadi dewasa ini adalah terorisme. Isu seputar terorisme baik di level lokal maupun mondial merupakan momok yang menakutkan dan meresahkan umat manusia. Bagaimana tidak, pelbagai kasus serangan teroris pasca tragedy menara kembar WTC, New York menelan korban yang tidak sedikit. Tercatat lebih dari 3.000 orang tewas dalam peristiwa penyerangan menara kembar WTC, 11 September 2001. Tiga tahun sesudahnya, di Spanyol, korban yang tewas dalam sebuah ledakan bom di tiga buah kareta bawah tanah sebanyak 191 orang. Pada tanggal 7 Juli 2005 di Inggris, 56 orang tewas dalam sebuah ledakan bom di sebuah bus. 

Di Casablanca, Maroko, korban tewas akibat ledakan bom tanggal 16 mei 2003 sebanyak 45 orang. 11 April 2004, 9 orang tewas akibat ledakan bom di kantor kepolisian Riyadh, Arab Saudi. Dan penyerangan atas perumahan warga asing di Riyadh pada 12 mei dan 8 november 2003 menelan korban 51 orang. Sementara itu, 14 orang lagi tercatat tewas pada tanggal 14 juni 2002 akibat ledakan bom di konsulat Amerika. Selain itu, sebanyak 88 orang tewas akibat ledakan bom di kawasan wisata di semenanjung Sinai pada 22 juli 2005. Sementara 34 orang lainnya tewas dalam ledakan bom di hotel Hilton pada 7 oktober 2004. 

Ledakan bom juga terjadi di masjid kaum syiah di Karachi, Pakistan, 7 mei 2004 yang menewaskan 30 orang. Kejadian serupa tidak hanya terjadi di Amerika dan Negara-negara timur tengah, tapi juga di negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Bom bali jilid I (12 oktober 2002) menewaskan lebih dari 200 orang. Di jilid II bom bali (1 oktoober 2005) terjadi aksi bom bunuh diri, di mana sebulan sebelumnya terjadi bom bunuh diri di depan kedutaan besar Australia di Jakarta. Aksi bom bunuh diri di Hotel JW Mariot Jakarta (5 agustus 2003) menewaskan 150 orang. 

Sementara di 17 juli 2009, masih di hotel JW Mariot dan ritz carlton, Kuningan Jakarta kembali terulang ledakan bom bunuh diri. Data yang tersaji ini memang data lama, tetapi refleksi dan ingatan tentangnya akan selalu ada. Aksi terror sesudahnya boleh jadi masih saling berkaitan. Tentu masih banyak lagi kejadian serupa yang terjadi di tanah air dengan jumlah korban yang bervariasi. Terorisme jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. 

Perang terhadap terorisme tentu menjadi hal urgen demi kemanusiaan. Lantas dengan cara apa kita berperang melawan terorisme? Perang melawan terorisme, hemat saya akan melahirkan spiral kekerasan jika kita tidak mampu memahami persoalan terorisme secara baik. Terorisme vs Hak Asasi Manusia Terorisme, teroris dan terror sudah bukan hal asing bagi kita. Boleh dibilang sudah familiar karena lazim didengar. Namun apa sebenarnya arti istilah-istilah tersebut? 

Term terorisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Latin, terrere yang artinya rasa takut yang luar biasa, menakutkan, mengerikan. Dalam KBBI V, terror diartikan sebagai usaha menciptakan ketakutan dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Sementara orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, dengan tujuan politik dinamakan teroris. Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut dalam usaha mencapai tujuan (politik). 

Paul Budi Kleden dalam artikelnya "Melahirkan dan Membesarkan Teroris" mengartikan terorisme sebagai satu gerakan tersembunyi (tertutup) yang menggunakan kekerasan untuk menakut-nakuti dengan tujuan mewujudkan ideal seorang teroris. Sasarannya kebanyakan adalah warga sipil yang berada dibawah tanggungjawab suatu otoritas tertentu. Secara historis, kata terror mulai digunakan di Perancis pasca revolusi. 

Rezim yang berkuasa kala itu (1793-1794) dinamakan sebagai reign of terror karena gaya pemerintahannya yang sarat intimidasi dan cenderung represif dalam mencapai tujuan politisnya. Dan sejak tragedi menara kembar, WTC 11 September 2001 istilah ini menjadi populer. Terorisme dalam perspektif korban dan kita (calon korban) merupakan momok yang serentak melahirkan kegelisahan eksistensial. 

Bagaimana tidak, mengikuti alur berpikir Jean Baudrilard, spirit terorisme adalah kematian. Konklusi dari logika terror adalah kematian dan instrumennya adalah kekerasan yang dilakukan secara tertutup. Terorisme menjadikan kematian sebagai kunci permainannya. 

Dalam permainan kematian ini, hak hidup manusia dikonversi menjadi hak untuk mati. Hakikat manusia direduksi hingga titik nadir. Manusia tidak lagi diposisikan dalam koridor tujuan dan nilai pada dirinya, malah diinstrumentalisasikan. Manusia dijadikan sarana dan sasaran dalam permainan kematian ini. Kegelisahan eksistensial (takut akan mati) ini cukup beralasan sebab mempertahankan hidup merupakan panggilan dasar setiap manusia. 

Tidak ada manusia yang ingin sesegera mungkin mengakhiri hidupnya. Di hadapan situasi batas sekalipun manusia akan selalu berusaha sejauh mampu mempertahankan hidupnya. Terorisme justu menawarkan sebaliknya. Radikalitas terorisme tentu punya alasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun