Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Ciri Negara Gagal, 24 Jam Dua Kali OTT KPK

16 Oktober 2019   03:48 Diperbarui: 16 Oktober 2019   03:58 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Ciri Negara Gagal:  24 Jam  Dua Kali  OTT KPK

Dalam 24 jam terakhir KPK melakukan dua OTT. Pertama [1] Seperti dimuat dalam, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menduga ada transaksi senilai Rp 1,5 miliar yang ditemukan dalam operasi tangkap tangan terhadap 8 orang di Samarinda, Bontang, dan Jakarta, Selasa (15/10/2019). Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu pihak yang diamankan adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional ( BPJN) Wilayah XII Refly Ruddy Tangkere. Kemudian ada pula unsur pejabat pembuat komitmen (PPK), staf balai dan pihak swasta. Febri belum bisa mengungkap secara rinci identitas dari pihak-pihak yang diamankan tersebut. "Jadi pemberi men-transferkan uang secara periodik pada rekening miliknya dan kemudian ATM-nya diberikan kepada pihak penerima. Nah uang di ATM itulah yang diduga digunakan pihak penerima. Diduga sudah diterima sekitar Rp 1,5 miliar," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa malam.

Kasus ke [2] Dikutip di Kompas.com dengan judul "KPK Tangkap Bupati Indramayu dalam OTT".Tim Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Indramayu Supendi dalam operasi tangkap tangan di Indramayu, Jawa Barat, Senin (14/10/2019). "Menjelang Senin tengah malam ada kegiatan tim KPK di Indramayu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (15/10/2019. Febri menyatakan, ada uang ratusan juta yang diamankan dalam operasi tangkap tangan tersebut. "Ada dugaan transaksi terkait proyek di Dinas PU (Dinas Pekerjaan Umum)," ujar Febri. Adapun dalam OTT ini KPK mengamankan delapan orang. Mereka adalah Bupati Indramayu, ajudan bupati, pegawai, rekanan, Kepala Dinas PU Kabupaten Indramayu, serta pejabat Dinas PU Kabupaten Indramayu.

Secara singkat apakah sedemikian mendalam kondisi korupsi di Indonesia, selama 24 jam KPK melakukan tangkap tangan. Atau Apakah ini sebagai ciri-ciri awal Negara Gagal. Tulisan ini adalah deskripsi pemikiran yang dapat menjadi repleksi kita bersama untuk Indonesia menjadi lebih baik kedepannya.

Ada banyak dalam catatan sejarah Negara-negara  runtuh karena mereka diperintah oleh apa yang kita sebut institusi ekonomi "ekstraktif",   menghancurkan insentif, menghambat inovasi, dan menguras talenta warganya dengan menciptakan lapangan bermain yang miring dan merampas peluang mereka. Lembaga-lembaga ini tidak berada di tempat karena kesalahan tetapi sengaja. Mereka ada di sana untuk kepentingan elit yang mendapat banyak manfaat dari ekstraksi  baik dalam bentuk mineral berharga, kerja paksa, atau monopoli yang dilindungi   dengan mengorbankan masyarakat. Tentu saja, elit semacam itu juga mendapat manfaat dari institusi politik yang curang, menggunakan kekuatan mereka untuk memiringkan sistem demi keuntungan mereka.  Tetapi negara-negara yang dibangun di atas eksploitasi pasti gagal, menjatuhkan seluruh sistem korup bersama mereka dan mengarah pada penderitaan besar warganegaranya.

Di negara-negara yang gagal, korupsi lebih lanjut mendorong persepsi tentang ilegalitas pemerintah, memaksa negara ke dalam lingkaran setan ketidakstabilan. Indeks Persepsi Korupsi,  diterbitkan oleh Transparency International, mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik di suatu negara. Fund for Peace mencatat "korelasi yang kuat antara persepsi Transparency International tentang skor korupsi dan ketidakstabilan negara." Dalam Indeks Negara Gagal 2013, delapan dari sepuluh negara terlemah muncul di antara peringkat sepuluh peringkat terbawah Indeks Korupsi Persepsi terbaru dari negara-negara yang dianggap sebagai negara terbanyak korup.

Korupsi di negara "lemah" paling banyak memengaruhi perempuan dan orang miskin. Membayar suap untuk mendapatkan layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan semakin menambah tekanan ekonomi pada keluarga miskin, dan seringkali mereka tidak memiliki pilihan lain selain membayar suap ini. Selain itu, dengan sedikit transparansi atau regulasi, korupsi tidak terbatas pada pejabat pemerintah.

Laporan Transparency International 2008 menyimpulkan, "Berada di luar hukum memungkinkan penyedia informal mengenakan tarif di atas tingkat utilitas publik untuk akses air ... Di Jakarta, Lima, Manila dan Nairobi, orang miskin membayar lima hingga sepuluh kali lebih banyak untuk air daripada rekan mereka yang kaya." Meskipun korupsi mungkin ada sebagai cara hidup warga negara di negara gagal, praktik ini mengancam jalan menuju pemerintahan yang sah, dan bukan pilihan jangka panjang layak untuk kemakmuran ekonomi dan masyarakat yang stabil.

Pelajaran [1] Korea Utara: Kurangnya hak property. Lembaga ekonomi Korea Utara membuat hampir tidak mungkin bagi orang untuk memiliki properti; negara memiliki segalanya, termasuk hampir semua tanah dan modal. Pertanian diatur melalui pertanian kolektif. Orang-orang bekerja untuk Partai Buruh Korea yang berkuasa, bukan diri mereka sendiri, yang menghancurkan insentif mereka untuk berhasil.

Korea Utara bisa menjadi jauh lebih kaya. Pada tahun 1998, sebuah misi PBB menemukan bahwa banyak traktor, truk, dan mesin pertanian lainnya tidak digunakan atau tidak dirawat. Mulai tahun 1980-an, para petani diizinkan memiliki lahan kecil mereka sendiri dan menjual apa yang mereka tanam. Tetapi bahkan ini belum menciptakan banyak insentif, mengingat kurangnya hak properti di negara tersebut. Pada tahun 2009, pemerintah memperkenalkan mata uang yang direvaluasi dan memungkinkan orang untuk mengkonversi hanya 100.000 hingga 150.000 won dari mata uang lama ke yang baru (setara dengan sekitar $ 35 hingga $ 40 pada nilai tukar pasar gelap). Orang-orang yang telah bekerja dan menabung stok mata uang lama merasa itu tidak berharga.

Pelajaran ke [2] Mesir: Pejabat Negara Rakus dan Gila Harta. Ketika elit mengendalikan ekonomi, mereka sering menggunakan kekuatan mereka untuk menciptakan monopoli dan menghalangi masuknya orang dan perusahaan baru. Inilah tepatnya bagaimana Mesir bekerja selama tiga dekade di bawah Hosni Mubarak. Pemerintah dan militer memiliki petak besar ekonomi - menurut beberapa perkiraan, sebanyak 40 persen. Bahkan ketika mereka "meliberalisasi," mereka memprivatisasi sebagian besar ekonomi langsung ke tangan teman-teman Mubarak dan orang-orang dari putranya Gamal. Pengusaha besar yang dekat dengan rezim, seperti Ahmed Ezz (besi dan baja), keluarga Sawiris (multimedia, minuman, dan telekomunikasi), dan Mohamed Nosseir (minuman dan telekomunikasi) menerima tidak hanya perlindungan dari negara tetapi juga kontrak pemerintah dan besar pinjaman bank tanpa perlu memasang agunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun