Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Seni Mimesis [89]

20 Desember 2018   19:24 Diperbarui: 20 Desember 2018   19:35 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat Seni Mimesis [89]

Heidegger pada tema Subjektivisme Menuju Enframing Bidang Estetika.

Secara sederhana, estetika mengembalikan ke dalam subjektivisme dengan cara yang mengarahkan subjektivisme melampaui dirinya sendiri menjadi sesuatu buruk pada subjektivisme.

Dalam estetika, Heidegger menyarankan, subjektivisme "jungkir balik di luar dirinya ke enframing. Subyektivisme  menyimpang di luar dirinya ke dalam enframing. Teks Heudegger pada "The Age of the World Picture," subjektivisme modern menyebutkan untuk mengamankan "kekuatan tak terbatas untuk menghitung, merencanakan, dan mencetak [atau "berkembang biak] semua hal". Tidak sulit untuk mendeteksi penolakan terhadap pandangan dunia Sosialis Nasional dan (apa yang dipahami Heidegger sebagai) akar Nietzschean  dalam kritik Heidegger tahun 1938 terhadap dorongan kemanusiaan Barat pada penguasaan total dunia melalui "perhitungan, perencanaan, dan pembibitan." Atau dorongan kemanusiaan untuk menguasai dunia secara menyeluruh melalui aplikasi penalaran kalkulatif yang rasional   menunjukkan  apa yang disebut Heidegger sebagai "subjektivisme" adalah pendahulu konseptual dan historis atau disebut "enframing" (atau Gestell).

"Enframing" adalah nama terkenal Heidegger untuk pemahaman teknologi yang mendasari dan membentuk zaman kontemporer. Sama seperti Descartes meresmikan subjektivisme modern (aku berpikir maka aku ada), sehingga Nietzsche meresmikan akhir modern enframing dengan memahami keberadaan "totalitas entitas seperti itu" sebagai "kehendak abadi untuk berkuasa." Heidegger berpikir "ontotheology" Nietzsche (berarti, untuk menjelaskannya secara singkat, cara Nietzsche untuk memahami keseluruhan dari apa yang ada di dalam maupun di luar pada saat yang sama) bekerja untuk meresmikan pandangan kita sendiri akhir modern.

Nietzsche menyatakan kenyataan tidak lain adalah kekuatan yang datang  sama dan pecah-belah tanpa akhir selain pada pertumbuhan kekuatan yang mengabadikan diri  sendiri. Dengan pendekatan diam-diam mendekati realitas melalui lensa ontotheology Nietzschean ini, kita semakin memahami dan memperlakukan semua entitas sebagai "sumber daya" yang tak berarti   untuk optimasi yang efisien dan fleksibel.

Hal ini (untuk memotong cerita panjang pendek) ini nihilistic technologization dari realitas yang kemudian berpikir Heidegger didedikasikan untuk menemukan jalan di luar.  Bagi Heidegger, seni sejati hanya membuka jalan setapak seperti itu, yang dapat membimbing kita melampaui "penguasaan segala sesuatu yang ada secara ontologis" ke dalam ketersediaan yang terjamin.

Namun, pertama-tama,   perlu memahami bagaimana subjektivisme mengarah ke luar dirinya sendiri ke dalam enframing. Sederhananya, subyektivisme menjadi enframing ketika subjek meresahkan dirinya sendiri  yaitu, ketika subyek manusia, yang berusaha menguasai dan mengendalikan semua aspek pada realitas obyektifnya, mengubah dorongan itu untuk mengendalikan dunia objek kembali ke dirinya sendiri.

Jika subjektivisme modern menunjuk pada pencarian subyek manusia untuk mencapai kontrol total atas semua aspek obyektif pada realitas, maka pembauran akhir-modern muncul secara historis sebagai subjektivisme yang mengubah subyek manusia itu sendiri menjadi hanya objek lain menjadi terkontrol.

Enframing, adalah subjektivisme kuadrat (atau subjektivisme diterapkan kembali ke subjek). Sebab, dorongan subyektifis untuk menguasai realitas menggeliat sendiri dalam enframing, meskipun objektifisasi enframing subjek melarutkan divisi subjek objek yang pada awalnya mendorong upaya tanpa henti untuk menguasai dunia objektif yang berdiri melawannya.

Subjektivisme "jungkir balik di luar dirinya sendiri" di zaman modern sebagai  "enframing" karena dorongan untuk mengendalikan segala sesuatu mengintensifkan dan mempercepat bahkan ketika melepaskan diri pada modern dan lingkaran kembali pada subjek itu sendiri, mengubah subjek manusia menjadi hanya satu lagi objek yang harus dikuasai dan dikendalikan. Sehingga subjek modern menjadi sekadar entitas akhir-  untuk dioptimalkan secara efisien bersama dengan yang lain. Dengan demikian  manusia bergerak dari subjektivisme modern ke pembauran realitas modern akhir sejauh   memahami dan berhubungan dengan semua hal, termasuk diri kita sendiri.

Semua diupayakan tanpa makna yang berdiri untuk optimasi tanpa henti. Yang menarik, Heidegger melihat pemahaman teknologi ini terwujud dalam karya seni kontemporer sebagai fungsi pengoptimalan kini dilayani lebih efisien oleh Google Chrome internet terhubung dengan jutaan kuil kecil, dibuat lebih cepat, lebih efisien dan portabel, dan yang kita temukan semakin tidak dapat hidup tanpanya).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun