Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pemikiran Transendental "Marburg School", Natorp (Tulisan 2)

19 Juni 2018   22:51 Diperbarui: 13 Juli 2018   22:59 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemikiran Transendental Marburg School adalah bahan kuliah saya pada matakuliah Filsafat Ilmu pada program doktoral Universitas Mercu Buana Jakarta. Materi ini juga saya pakai untuk bahan kuliah program doktoral Universitas Pancasila di Jakarta. Tidak mudah memahami konsep Pemikiran Transendental Marburg School jika belum menguasai dan merepleksikan buku utama Kant, yakni Kritik der reinen Vernunft  (Kritik atas Akal Budi Murni) tahun 1781. 

Saya saja membaca sampai 12 kali masih juga belum paham semuanya, karena berbeda membaca dengan apa yang saya tafsir tentang Kant, dengan apa yang Kant maksudkan dalam bukunya ["The Critique of Pure Reason"]. Dan itu tidak mudah. Tentu saja mahasiswa Kandidat Doktor harus mampu memenuhi kriteria ke (3) dalam hasil risetnya menghasilkan simpulan atau putusan sintetis aposteriori memperluas pengalaman sebagai prinsip pengetahuan. Maka dengan membaca buku Kant, dan mempelajari pemikiran Natorp Marburg School memungkinkan celah atau peluang mahasiswa menemukan novelty atau keterbaharuan dalam riset disertasinya.

Pemikiran Marburg School atau die Marburger Schule (Mazhab Marburg) adalah Neokantianisme (ajaran filsafat Kant yang ditafsirkan kembali). Gagasan kedua dalam Neokantianisme adalah pemikiran Paul Natorp Marburg School tentang filsafat ilmu: metode transcendental.  Filsafat transendental adalah meneliti bukan (tidak) membahas bagaimana pengetahuan itu terjadi, melainkan syarat-syarat apriori kemungkinan pengetahuan. Atau mempertanyakan  bagaimana putusan sintesis apriori itu mungkin , dan bagaimana epsiteme ilmu pengetahuan itu mungkin.  Kesadaran diri transendental itu merupakan syarat kemungkinan dari syarat-syarat kemungkinan pengetahuan.

Pada akhirnya legalitas ilmu sampai saat ini adalah hasil pemikiran Kant pada 3 buku Kritik yang digagasnya. Tradisi Jerman tentu sangat dipahami berasal dari gagasan Kantian pada buku utama Kant, yakni Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas Akal Budi Murni) adalah buku terpenting yang pernah ditulis dalam tradisi akademik di Eropa." Tradisi Kant pada Kritisisme adalah aliran filsafat yang terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya sebelum tindakan mengetahui dengan menggunakan rasio itu dijalankan.

 Kritisisme dipertentangan dengan dogmatisme, yakni filsafat yang langsung menjalankan tindakan mengetahui sebelum kemampuan rasio dan batas-batasnya diketahui. Dogmatisme (fundamentalisme) adalah percaya begitu saja terhadap kemampuan rasio, dan berpikir dengan menggunakan kategori-kategori metafisis, seperti Tuhan, substansi, esensi, tanpa lebih dulu menyelidiki apakah memang rasio memiliki kemampuan untuk mengetahui hal-hal tersebut. Untuk memahami pentingnya pemikiran Kantian, maka ada 3 mazhab yang berkembang di Eropa, dan salah satunya adalah dipelopori oleh pemikir Paul Natorp Marburg School.

Pemikiran Marburg School adalah Neokantianisme (ajaran filsafat Kant yang ditafsirkan kembali) menjadi gerakan intelektual yang paling berpengaruh pada pertengahan abad ke-20. Neokantianisme memiliki tiga aliran pemikiran: yakni (a) die Marburger Schule (Mazhab Marburg) menerapkan pemikiran Kant dalam bidang ilmu ilmu alam, dipelopori oleh pemikir Cohen, Natorp, Cassirer, Nicolai Hartmann, (b) die badische Schule (Mazhab Baden) menafsirkan pemikiran dalam bidang teori sejarah dan ilmu-ilmu kebudayaan, dipelopori oleh pemikir: Wilhelm Windelband, Heinrich Rickert, Wilhelm Dilthey, (c) Problematika nilai atau etika (das Wertproblem) menafsirkan filsafat Kant dalam bidang nilai berdasarkan pembedaan yang dilakukan Kant antara pengetahuan teoretis dan tindakan praktis, dipelopori oleh pemikir Hermann Lotze, Franz Brentano, Alexius Meinong, Max Weber, Max Scheler.

Maka Kant dan dikembangkan menjadi postkantian atau neokantian istilah yang umum dipakai dan diadopsi oleh Sekolah Marburg adalah Transendental berbeda dengan Transenden (supra-indrawi atau di sebut Tuhan). Sedangkan filsafat transcendental adalah  syarat-syarat memungkinkan terjadinya pengalaman indrawi (pengetahuan). Segala sesuatu yang bersifat transendental tidak dapat dijadikan objek pengalaman, artinya: tidak dapat diketahui, karena ia justru merupakan syarat-syarat bersifat apriori (deduksi) yang memungkinkan terjadinya pengalaman.

 Disebut filsafat  transendental semua pengetahuan tidak meneliti objek-objek, melainkan tipe, kategori, atau jenis pengetahuan manusia mengenai objek-objek". Maka ada dualitas untuk memahami transcendental yakni disebut apriori (deduksi) atau ide bawan (Cartesian) yang bersifat mendahului pengalaman indrawi, dan merupakan prinsip memungkinkan hadirnya pengalaman, dan (b) bersifat (induksi) atau empirisme atau aposteriori: yakni pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman indrawi. Tanpa keindrawian tidak ada objek yang terberi kepada manusia, dan tanpa pikiran(Verstand) tidak ada yang dapat dipikirkan".

Lalu bagimana pemikiran Neokantian pada  Akal budi murni melakukan kritik terhadap akal budi murni dengan menggunakan akal budi murni itu sendiri. Pada terjadinya pengetahuan" (Entstehen der Erfahrung) ada empat dalil umum dalam filsafat transcendental yakni (a) simpulan atau putusan analitis atau putusan rasionalisme-deduksi (apriori), (b) simpulan atau putusan analitis sintetis empiris-induksi atau disebut aposteriori, (c) simpulan atau putusan sintetis aposteriori memperluas pengalaman sebagai prinsip pengetahuan, (d) simpulan atau putusan menjadi dasar ilmu pengetahuan disebut Kant sebagai ["putusan sintetis apriori"].

Pemikiran Marburg School adalah Neokantianisme di fokuskan point (d) bahwa  pada simpulan atau putusan menjadi dasar ilmu pengetahuan disebut Kant putusan sintetis apriori, bersifat universal  berlaku di mana-mana dan kapan pun. Prinsip atau pernyataan yang berlaku dalam ilmu-ilmu alam bersifat sintetis dan apriori dan karena itu universal dan niscaya.

Neokantianisme pada  die Marburger Schule (Mazhab Marburg) dan kontribusi Natorp adalah berusaha merehabilitasi paradoks filsafat Kantian yang bercorak idialisme Jerman mengorientasikan pada diri sendiri, dan mencoba memahami pemikiran dan perkembangan ilmu positivism (pemikiran Comte) bahwa jika peran indra manusia dilemahkan pada sisi filsafat menjadi ilmiah dengan model statistika. Mazhab Marburg menyodorkan prinsip-prinsip multiparadigma misalnya kaitan ilmu dalam aspek etika, estetika, dan karya manusia dalam bentuk (aksilogis) ilmu. Atau Mazhab Marburg mengidentifikasikan prinsip pemersatu ilmu pengetahuan khususnya etika sebagai konsep dan makna hukum (Gesetz).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun