Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tafsir Metafisik Kejawen pada 4 Pejabat Negara ke Gunung Ijen

5 Maret 2018   13:50 Diperbarui: 5 Maret 2018   15:41 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul artikel ini: Tafsir Metafisik Kejawen pada 4  pejabat negara Ke Gunung Ijen, dikaitkan dengan pengakuan SBY Mengaku Keturunan Raja Majapahit.

Selama awal bulan Maret 2018 , dan akhir Februari 2018, ada yang menarik dan lepas mungkin dari pengamatan tentang gejala gerak tubuh manusia sebagai repleksi alam bawah sadar atau memang disadari pada perjalanan kita berbangsa dan bernegara. Perspektif  yang saya maksud adalah aspek alam bawah sadar dalam hubungan manusia dengan daya kosmik serta pertalianya dengan motivasi, persepsi, dan kemeng-ada-an tindakan fakta, dan relasinya secara bersama-sama. Beberapa hal tersebut misalnya (a) pada harian Tribun Medan.Com. Rabu, 28 Februari 2018 17:42. SBY Mengaku Keturunan Raja Majapahit, Sebut Trah Ke-14, Sesuai Nomor Partai Demokrat!

SBY mengaku dalam pidatonya bahwa keluarganya adalah keturunan langsung pemimpin Majapahit. "Kalau diurut dari eyang saya Ki Ageng Buwono Keling hingga kedua anak saya yakini Agus Harimurti dan Edi Baskoro adalah trah ke-14," kata SBY di hadapan 1.500 kader Demokrat se-Jawa Timur pada Ahad lalu (25/02). Partai Demokrat yang mendapat nomor urut 14 dalam Pemilu 2019 mendatang, (b) Saya memperoleh berita dari. Kompas.com, 02/03/2018, 10:47 WIB: "Sri Mulyani Indrawati dan Luhut Binsar Panjaitan Mendaki Gunung Ijen sampai Puncak Kawah ", Jumat (2/3/2018), mendaki Gunung Ijen, Jawa Timur. 

Keduanya mendaki Gunung Ijen bersama rombongan dari Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Keuangan, Gubernur Bank Sentral Indonesia Agus Martowardojo dan rombongan Bank Indonesia, Kementerian Pariwisata, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. "Kami naik ke Ijen mulai pukul 02.00 dini hari dan tiba di puncak sekitar pukul 04.00 dini hari.

Dua fenomena ini tampak tidak ada yang unik, sebagai keumuman tindakan manusia, apalagi manusia modern akan memahaminya secara wajar-wajar saja, barangkali hanya sebatas tujuan hiburan, eksistensi diri, atau semacam kegiatan umum pejabat, dan mantan pejabat. Tetapi jika dipahami secara sangat hati-hati dan cermat, waspada, dan kemamuan meta kosmik, merupakan tanda-tanda (semiotika, hermeneutika) bahkan melampaui tindakan di sisi fakta indra manusia. 

Bila dikaitkan dengan kekuasaan, kehendak dan representasi jelas ini memiliki makna dalam meluas, dan mampu memprediksi masa depan, dari kondisi manusia sebagai makluk sejarah, dan peleburan fusi horizon. Francis Bacon,(1561-1626) membuat dokrin posmatum, artinya fakta empiric kejadian didasarkan pada data historis. Bahwa kemudian dua moment pada berita Koran di atas terjadi di Jawa Timur (Timur artinya Wiwitan artinya permulan, atau awal), maka jelas ini menggambarkan keiingian kekuasaan sebagai bentuk pengulangan sejarah kekuasaan dan kejayan masa lalu Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan Jawa Timur, dan persinggahan sungai bengawan Solo. Dua hal ini adalah pusat mistis kejayaan budaya nusantara dan ikon Hayam Wuruk, dan Gajahmada. Atau tindakan pada laporan media masa tersebut sebagai bentuk metafisik reinkarnasi (siklus) kekembalian yang pernah ada.

Pertanyaannya: Bagaimana pendasaran episteme Tafsir Metafisik Kejawen:  Pada 4  Pejabat Negara Ke Gunung Ijen  dikaitkan dengan pengakuan SBY Mengaku Keturunan Raja Majapahit.

Agar memiliki pendasaran yang memadai saya akan menyampaikan beberapa pendasaran episteme agar pertanyaan ini memperoleh kecukupan analisisnya: (a) jika saya meminjam pemikiran Derrida (1930-2004) cara memahami sesuatu dengan menggunakan nirkata (metafisik), seperti gesture, mimik, reafeksi, berada diluar recognisi. Peristiwa metafisik memang bukan untuk mencari fakta tetapi harus di interprestasikan, diberi makna tersendiri, yang terpisah dari pelakunya, dan bersifat intersubjektivitas. (b) Rudolf Karl Bultmann (1884-1976), tindakan dan sejarah adalah bagian bentuk kausalitas, dan cara berpikir. 

Sejarah adalah bentuk perjumpaan makna eksistensial. Dan mitos sebagai bagian perjalanan dari sejarah manusia sebagai wujud memamahi dunia. Mitos direduksi menjadi kekinian menjadi sains. Artinya semua mitos berisi dogma tertentu, kemudian di cari epistimologinya. Misalnya para dewa dan leluhur marah, pada kemarahan itu akan muncul dosa, noda, berkembang pada tahap berikutnya didogmakan menjadi hukum kodrat (agama), berkembang menjadi etika, berkembang lagi menurut hukum positif, dan itulah manusia sekarang ini. Demikianlah pendasaran sehingga memungkinkan episteme tafsir metafisik:  silaturahmi  4  pejabat negara Ke Gunung Ijen. 

(c) Baruch de Spinoza (1632-1677),  sebagai filsuf awal rasionalisme pencerahan, membuat dokrin terkenal {"Deus sive natura" atau alam atau Tuhan"} artinya Tuhan dan ciptanNya adalah sebagai satu entitas manuggal.  Atau  seluruh realitas (fakta) di dunia ini adalah kemanungallan Tuhan, atau pohon batu rumput adalah personafikasi wujud Tuhan yang menampakkan secara indrawi. Jadi alam semesta ini bersifat sakral dan religius. Tidak ada kejadian atau presentasi tanpa kehadiran Tuhan, kesadaran dan tindakan manusipun demikian adanya.  Manusia adalah modifikasi tubuh (jasmani), dan jiwa, sehingga keduanya adalah satu kesatuan.

Akibatnya seluruh peristiwa badan (lahiriah)  merupakan peristiwa bersamaan dengan mental maupun  sacral, (d) Pemikiran Gofffried Wilhelm von Leibniz (1646-1716),  menulis buku 1686 tentang  Disours de Metaphysiqueatau Wacana Masalah Metafisika, dan tahun 1714 tentang Monadologi. Monadologi adalah metafisika terkecil atau {"force primitive"} berbentuk hastrat, dan persepsi bersifat spiritual. Monad-monad ini tidak saling berkorelasi (cukup diri) yang mengambarkan alam semesta. Dalam kecukupan diri monad saling melengkapi dalam kecocokan dan harmoni. Maka alam ini dapat dijelaskan secara mekanis, dalam tatanan rasionalitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun