Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diogenes dari Sinope, dan Tindakan Manusia

24 Februari 2018   00:52 Diperbarui: 24 Februari 2018   11:47 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Problem Umum. Dua berita yang diperolah dari Kompas.com - 15/02/2018, 08:15 WIB. Belum genap dua bulan di tahun 2018, sebanyak tujuh  tujuh kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.  Beberapa di antaranya berawal dari operasi tangkap tangan. Berikut daftar kepala daerah yang berstatus tersangka hingga 14 Februari 2018: Bupati Hulu Sungai Tengah, Bupati Kebumen, Bupati Jombang, Bupati Ngada NTT, Bupati Halmahera Timur Maluku, Gubernur Jambi, Bupati Subang Jabar. Kompas.com 15/02/2018, 04:19 WIB. 

KPK Amankan 5 Anggota DPRD Lampung Tengah, 8 Pegawai Pemkab dan Seorang Pihak Swasta.  Belum lagi kasus, proyek Hambalang dana APBN sebesar Rp 1,2 triliun,Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Berdasarkan LHP itu, kasus Century telah merugikan negara lebih dari Rp 7 triliun. Kerugian Negara Kasus Korupsi E-KTP  sebasar Rp 2,3 Triliun, atau kasus Asset Management PT Pertamina.Dan seterusnya masih banyak hal-hal lain kasus yang sulit diterima akal sehat.

Bagaimana posisi Diogenes dari Sinope pada kasus OTT dilakukan KPK ini.

Hampir semua filsuf  pasti menjawab lebih kurang sama bahwa tindakan (= etika) semacam ini sulit diterima jika memiliki akal budi atau pikiran jiwa rasional. Para pengajar kebijaksanaan di zaman Yunani Kuna mengajarkan tentang sikap (moralitas) seperti di praktikan oleh Diogenes dari Sinope (421-323SM). Bahwa penjarahan uang yang melalui OTT KPK  bisa dicabut hak warga negaranya sebagai upaya pertobatan. Dengan segala hormat saya percaya sepenuhnya bahwa mereka berbuat pada tulisan Kompas di atas suatu saat nanti akan berubah menjadi lebih baik dan bertuabat. Mudahan demikian, kemudian menjadi contoh yang baik buat masyarakat kelak kemudian hari.

Apa komentar Diogenes dari Sinope jika disejajarkan dengan kasus OTT di atas. Maka seandainya  Diogenes masih hidup dan tinggal di Indonesia, mungkin Diogenes dikenal dengan sebutan "si anjing galak dan berani" datang sendiri ke Pasar Tanah Abang dari rumahnya  dalam tong sampah di Bantar Gebang dengan: {“membawa lentera siang bolong sambil berteriak Pasar, Aku Mencari Manusia”}. Ekspresi symbol rusaknya moralitas negara dengan segala bentuk dan tindakan (etika) cara hidup sesukanya sendiri.

 Symbol kekesalan Diogenes mencari manusia jujur, luhur, lurus, dan bertanggungjawab dengan hidup apa adanya, atau istilah nenek moyang kita “papan, empan, andepan. Kondisi kita sekarang sama masyarakat jika di bandingkan era Diogenes bahwa orang jujur dianggap gila atau sakit jiwa (mirip tindakan Diogenes membawa “lentera siang bolong sambil berteriak Pasar aku mencari manusia”). Coba saja berteriak dipasar mencari manusia, padahal pasar ramai dengan kumpulan manusia. 

Sindiran Diogenes yang mempermalukan umat manusia sekarang ini. Sayangnya orang-orang dipasar itu tidak memahami apa yang Diogenes maksudkan. Era sekarang negara kita bahwa manusia jujur dan tidak mengambil uang rakyat adalah sama seperi orang gila atau zaman Edan. Orang jujur langka dan sulit ditemukan sama seperti pergi ke hutan menemukan pohon bengkok lebih gampang di bandingkan pohon lurus.

Kita juga bisa temukan hal yang sama pada teks aforisme karya Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) filsuf Jerman tentang “kematian Tuhan dalam teks “The Gay Science”.  Nietzsche menulis aforisme ada manusia gila menyalakan lentera di siang hari bolong dan berteriak-teriak ditengah kerumunan manusia kebanyakan tidak percaya pada Tuhan di sebuah pasar. Si sinting berteriak {“Aku mencari Tuhan, Aku Mencari Tuhan.”).  

Si sinting berkata bahwa “Tuhan telah mati, Tuhan tetap mati, dan kita adalah pembunuhnya. Ini sebuah paragraph mirip dalam teks sama seperti lentera Diogenes  bahwa Ekspresi symbol rusaknya perilaku moralitas manusia-manusia pada kasus tulisan Kompas. Bahwa tindakan ini semua mirip tidak percaya Tuhan dalam tindakan dan bertentangan dengan Dasar Negara yakni : {"Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Sila Kedua Kemanusian Yang Adil Dan Beradab"}. Tidak mungkin secara jiwa rasional  warga negara dengan dasar Pancasila melakukan tindakan moral semacam begitu, atau system negara atau sistem politiknya  yang keliru.

Evaluasi Kritis: bahwa bertitik tolak dari Narasi Diogenes, dan Nietzsche, bahwa Genggamlah kebenaran dalam satu kesatuan,  dalam hidup terang bening dan transparan. Atau istilah Diogenes ; {“stand a little less between me and sun” and it's a dog life "} . Bahwa Keberanian, kebesaran, kepandaian, ingatan adalah anugrah alam bagi kita semua. 

Janganlah seperti sayur bayam atau ternak gagal menemukan nutrisi yang tepat dan tanah sesuai sifatnya masing-masing. Janganlah hanya membuat kata-kata enak ditelinga, karena akan  menemukan dosis kesalahan, dan kebohongan yang masuk  akal, akhirnya menemukan kecacatan didepan masyarakat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun