Mohon tunggu...
Bagas Prabowo Adi
Bagas Prabowo Adi Mohon Tunggu... Penulis - Teologi | Pemuridan

Studying at Surakarta Christian University, Faculty of Theology | Instagram : @bagasprabowo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sakramen Perjamuan Kudus di Masa Pandemi

2 Agustus 2020   12:20 Diperbarui: 11 September 2021   19:25 3441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti yang telah diketahui bahwa seluruh dunia saat ini sedang melawan musuh bersama yaitu Virus Corona yang telah dinyatakan sebagai pandemi global oleh WHO sejak Februari lalu. Virus Corona atau Covid-19 telah mengakibatkan kelumpuhan di berbagai bidang sektor seperti sektor ekonomi, pariwisata, pendidikan, bahkan dalam lingkup gereja sendiri.

Terkhusus dalam lingkup gereja, begitu banyak gereja pula yang terdampak dari pandemi ini. Hampir semua aktivitas gerejawi harus berhenti atau beralih ke media online. Beberapa kegiatan mungkin dapat dilaksanakan secara online, tetapi tidak semua kegeiatan gerejawi mudah dilakukan secara online, seperti sakaramen baptisan dan perjamuan kudus. 

Perjamuan kudus misalnya, apakah tidak memungkinkan sama sekali untuk dilakukan sakramen tersebut di masa pandemi seperti saat ini? Mengingat himbauan (bahkan larangan) dari pemerintah untuk meniadakan perkumpulan (apalagi dalam jumlah besar) sudah ditaati oleh banyak gereja. Hanya beberapa gereja yang masih bersikeras mengadakan ibadah konvensional dan melibatkan Jemaat besar.

I.       Prinsip Dasar Perjamuan Kudus

Sebagian besar gereja-gereja di Indonesia menyepakati bahwa tujuan dari Perjamuan Kudus adalah untuk memperingati atau pengenangan terhadap perjamuan terakhir yang dilakukan Yesus Kristus dan para murid. Dimana peristiwa itu juga menyiratkan tentang pengorbanan Yesus yang akan datang setelah perjamuan terakhir tersebut. Pengenangan yang dimaksud adalah tindakan anamnesis: mengingat yang menghadirkan kembali, bukan hanya mengingat masa lampau.

Perjamuan kudus dilaksanakan secara masal dalam sebuah gereja melibatkan pelayan ibadah, pemimpin jemaat/Pendeta dan para Jemaat. Dalam perjamuan kudus kita diminta untuk mengingat kembali pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Roti menjadi lambang daging Kristus, sedangkan anggur menjadi lambang darah Kristus (Mrk. 14:22, 24; Mat. 26:26, 28). 

Dimana ketika kita meminum dan memakannya berarti kita menerima pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Seperti yang telah dinyatakan pula oleh PGI bahwa roti dan anggur merupakan tanda keselamatan dan kehidupan yang Allah berikan melalui Yesus Kristus.

Terlepas dari pemahaman yang lebih khusus dari setiap Gereja anggota, iman Kristen secara dasariah meyakini bahwa sakramen Perjamuan Kudus pada dirinya tidak memberikan keselamatan, namun menunjuk pada keselamatan yang dianugerahkan oleh Allah melalui Yesus Kristus yang mati dan bangkit, yang kita terima melalui iman percaya kita.

II.     Bagaimana Pelaksanaan Perjamuan Kudus di Masa Pandemi

Kita melihat bahwa di masa ini berkumpul menjadi salah satu hal yang dilarang oleh pemerintah dan berbahaya pula bagi para jemaat. Resiko penyebaran Covid-19 akan lebih tinggi bila banyak orang berkumpul. Lantas, bagaimana Perjamuan Kudus ini dapat dilaksanakan?

 Kita perlu melihat terlebih dahulu arti kata sakramen itu. Istilah "sakramen" (Latin: sacramentum) berasal dari Bahasa Yunani mysterion, yang berarti "sesuatu yang tersembunyi kini dibukakan". Yang terpenting bukanlah apa yang terlihat, tetapi makna di dalamnya. Dalam hal ini saya juga mengambil pandangan Calvin tentang sakramen karena Calvin memposisikan dirinya pada jalan tengah diantara pandangan Luther dan Zwingli saat itu. 

Calvin menjelaskan dua definisi dari sakramen yaitu sebagai "simbol eksternal yaitu bahwa Tuhan memeteraikan pada hati nurani kita janji-janji-Nya akan kehendak-Nya yang baik kepada kita demi menopang kelemahan kita" dan sebagai "tanda yang kelihatan dari perkara yang suci atau bentuk yang kelihatan dari anugerah yang tidak kelihatan". Calvin menyatakan bahwa sakramen adalah simbol dan tanda. Walaupun demikian, menurut John Calvin, sakramen bukan hanya sekadar simbol. 

Ada koneksi spiritual dalam taraf tertentu, walaupun itu tidak berarti bahwa tubuh dan darah Kristus hadir di atas, di dalam dan di bawah elemen roti dan anggur (kontra Martin Luther) atau roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus secara riil (kontra Roma Katholik). Jadi, Calvin lebih menekankan elemen roti dan anggur dibandingkan dengan Zwingli. Dia juga lebih menekankan aspek spiritual dari roti dan anggur melalui karya Roh Kudus dibandingkan dengan Luther dan Katholik.

Dengan melihat pertimbangan diatas, bukan menjadi masalah apabila Perjamuan kudus dilaksanakan secara online atau melalui ibadah-ibadah keluarga dengan kelompok yang sangat kecil. Seperti beberapa alternatif yang disampaikan oleh PGI mengenai pelaksanaan Perjamuan Kudus, diantaranya adalah : 1) Menunda pelaksanaan Perjamuan Kudus; 2) Melaksankan Perjamuan Kudus di Rumah Masing-masing; atau 3) Perjamuan Kudus secara Spiritual (Spiritual Communion). Penjelasan dalam tiap poinnya telah dijelaskan secara runtut dan mendetail dalam Pesan Paskah yang disusun dan dikaji oleh Komisi Teologi dan Liturgi PGI Maret lalu. 

Maka, bila ada gereja lokal yang tetap mengadakan ibadah bersama di gereja untuk merayakan sakramen, hal itu malah mungkin bertolak belakang dengan esensi sakramen perjamuan kudus yang telah kita bahas di atas. Penilaian bahwa Gereja kurang peduli dengan umat perjanjian mungkin akan timbul, karena telah menempatkan para jemaat ke dalam bahaya. Wabah dengan cepat akan menyebar dan membunuh beberapa orang.

Kesimpulan

Sebagai gereja Tuhan yang peduli dengan sesama umat Allah seharusnya kita dapat melihat mana yang lebih baik dan bijak untuk dilaksanakan. Di masa Pandemi ini gereja perlu melihat dengan sudut pandang yang lebih terbuka dan justru tidak bersikap kaku. Perjamuan Kudus masih bisa dilaksanakan meskipun tidak dengan berkumpul bersama digereja. 

Kebutuhan untuk tetap saling menjaga lebih penting saat ini, agar Pandemi Covid-19 segera berakhir. Bila gereja mendasari kehidupannya pada kasih, maka seharusnya gereja juga harus mengerti bahwa dengan tidak mengadakan kegiatan masal adalah bagian dari mengasihi sesama. Gereja seharusnya bisa mengambil alternatif lain yang lebih bijaksana, seperti himbauan yang disampaikan oleh PGI contohnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun