Mohon tunggu...
Bagas Pandji
Bagas Pandji Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa semester 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Dakwah: Strategi dari Masa lalu sampai Era Digital

15 Oktober 2025   12:15 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:14 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dakwah, yang artinya mengajak orang untuk berbuat baik sesuai ajaran Islam, sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat. Dalam masa tradisional, para ulama seperti Prof. Toha Yahya Oemar, Hamzah Yakub, Syeikh Ali Makhfud, dan Syeikh Muhammad Khidir Husain mendefinisikan dakwah sebagai ajakan bijak agar manusia mengikuti aturan Allah, sehingga bisa bahagia di dunia dan akhirat. Dulu, dakwah sering dilakukan melalui budaya lokal seperti wayang, gamelan, tembang, grebeg, dan upacara adat. Media ini sangat efektif karena bisa menyentuh hati masyarakat tanpa menghilangkan nilai budaya mereka, bahkan bisa jadi sarana untuk memperkuat ajaran agama.

Namun, seiring berjalannya waktu, cara dakwah juga berkembang.
 Dulu, dakwah biasanya dilakukan secara individu, tetapi sekarang sering dilakukan dengan kelompok, seperti saat berdakwah ke Thaif atau saat musim haji. Masalah muncul ketika dakwah harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas masing-masing orang. Rasulullah SAW selalu memperhatikan perasaan dan situasi orang yang diajak, sehingga pesan dakwah lebih mudah diterima. Ini penting, karena jika tidak, pesan bisa ditolak, tidak didengar, atau bahkan memicu resistensi. Jadi, tidak hanya isi pesan yang penting, tetapi juga cara menyampaikannya harus bijak dan penuh pengertian.

Di masa digital, media sosial seperti Instagram, TikTok, web, dan YouTube menjadi alat dakwah yang sangat kuat.
 Dengan media ini, pesan bisa sampai kepada jutaan orang dalam waktu singkat, tidak terbatas oleh jarak. Namun, tantangannya juga besar, karena banyak generasi muda, terutama Gen Z, belum terbiasa dengan organisasi dakwah yang terstruktur. Oleh karena itu, komunikator dakwah harus belajar teknologi informasi agar bisa menyampaikan pesan agama dengan tepat. Meski begitu, era digital membuka peluang besar untuk menyebarkan kebaikan, asalkan kita bisa menguasai teknologi dan tetap menjaga esensi dakwah dengan penuh empati dan bijaksana.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dakwah Tanpa Meninggalkan Budaya: Strategi dari Masa Lalu sampai Era Digital".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun