Mohon tunggu...
Badzlina Agastasya Irmansah
Badzlina Agastasya Irmansah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

hobi menulis sebagai kegiatan selepas kuliah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Emas Bangsa di Rumput Tetangga

5 Juni 2022   09:00 Diperbarui: 5 Juni 2022   18:09 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Awal tahun lalu, masyarakat digemparkan dengan peleburan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Bukan perkara peresmian Eijkman menjadi badan penelitian resmi negara yang memantik pertanyaan mengenai baik buruknya iklim keilmuan di Indonesia, melainkan pemutusan hubungan kerja 113 tenaga peneliti Eijkman--yang beberapa di antaranya bahkan merupakan lulusan kampus bergengsi di luar negeri--sebagai dampak dari peleburan LBM Eijkman dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Melihat betapa mudahnya pihak-pihak terkait menggunakan birokrasi sebagai alasan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga peneliti kompeten dengan pengalaman belasan tahun, sukses memberi kesan "anak emas yang tak dihargai di negeri sendiri". Tentunya, istilah tersebut sudah sangat akrab di telinga masyarakat, hingga terdengar bagai kisah lama yang terulang kembali. 

Namun, apakah benar Indonesia merupakan negara yang kurang bersahabat dengan para intelektual? Hingga akhirnya, banyak orang pintar yang sungguh pindah mencari rumah baru di negeri asing.

Bila melangkah kembali ke belakang, Indonesia memang punya banyak sejarah tentang para peneliti hebat yang miskin apresiasi. Dr. Khoirul Anwar misalnya, beliau berhasil menciptakan teknologi broadband yang menjadi cikal bakal 4G LTE, namun namanya justru lebih populer di luar negeri. Bahkan, teknologi tersebut akhirnya berkembang lebih dahulu di luar negeri, akibat luput dari perhatian pemerintah masa itu. 

Dr. Khoirul Anwar berpendapat, bahwa karya anak bangsa di masa itu kurang dihargai, sebab Indonesia kala itu masih memiliki kecenderungan untuk membeli produk luar negeri. Kisah lain datang dari Dr. Warsito. P. Taruno, lulusan S3 Shizouka University di Jepang yang berhasil menciptakan alat pembunuh kanker. 

Di Indonesia, alat canggih buatan beliau kesulitan mendapatkan izin produksi. Hingga akhirnya, beliau kembali ke Jepang dan justru mendapatkan apresiasi luar biasa. Bahkan kini, alat ciptaan beliau telah digunakan sebagai alat terapi kanker di berbagai negara.  

Cerita lama yang terulang sepanjang tahun menjadikan Indonesia bak tempat minim keramahan bagi para intelektual. Tak heran, beberapa kalangan kini mulai memaklumi para pelajar dan ilmuwan berprestasi yang lebih memilih untuk 'menyemai benih di rumput tetangga'. Selain karena budaya apresiasi di Indonesia masih sangat minim, mereka yang akhirnya memilih kembali ke tanah air seolah juga diberi beban lebih untuk harus mengabdi dan membangun negeri.

Bukan berarti saya setuju terhadap pernyataan bahwa para intelektual di luar negeri tidak memiliki kewajiban untuk membangun negeri. Karena sebenarnya, membangun negeri merupakan kewajiban dasar semua orang yang secara hukum disahkan sebagai warga negara Indonesia. 

Namun tentunya, perlu diperhatikan bahwa semangat membangun negeri tidak akan muncul tanpa pemantik apapun. Dalam hal ini, dibutuhkan dukungan dan apresiasi yang baik terhadap karya para intelektual dari berbagai pihak, bukan hanya tuntutan besar untuk membangun negara.

Cukup mengherankan memang, bila Indonesia masih belum menaruh perhatian lebih terhadap bidang riset dan ilmu pengetahuan bahkan setelah hampir 77 tahun merdeka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun