Mohon tunggu...
Evi hayana
Evi hayana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa universitas Muhammadiyah Malang

B1ndw99d

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Pengaruh Media Sosial Bagi Tempat Wisata di Bali

21 Mei 2022   10:35 Diperbarui: 21 Mei 2022   10:47 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Media sosial merupakan media online yang memungkinkan penggunanya berinteraksi dengan mudah di dunia maya (virtual world). Waktu semakin berkembang dengan terciptanya media sosial, memudahkan orang untuk berkomunikasi tanpa terganggu oleh jarak maupun waktu. Tanpa media sosial, masyarakat tidak lagi bisa mendapatkan berita dan informasi terkini, sehingga media sosial kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Media sosial memiliki banyak fitur dan digunakan baik dalam bisnis maupun hiburan. Selama ini, kemajuan teknologi semakin terlihat. Sejak diberlakukannya pandemi dan PPKM, semakin banyak masyarakat Indonesia yang berdiam diri di rumah, yang memicu semakin banyaknya aktivitas di rumah. Selama tiga tahun pandemi ini, masyarakat sudah terbiasa melakukan aktivitas kerja dalam kegiatan sosial di rumah. Menjalankan tugas, bekerja, mengadakan rapat, semua dilakukan secara online, atau yang sekarang disebut WFH atau Work From Home.

Pada Januari 2020, pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 160 juta. Jumlah itu meningkat 8,1% dibandingkan April 2019. Media sosial yang paling banyak digunakan oleh Indonesia adalah Youtube. Penggunaan media sosial paling sering digunakan dalam chatting dan jejaring sosial (Datareportal, 2020). Remaja merupakan kelompok yang aktivitas kesehariannya selalu dikaitkan dengan sumber pariwisata dari media sosial (Shearer & Matsa, 2018). Fotografi dan media sosial memediasi teknologi dalam penciptaan dan penyebaran gambar untuk tujuan wisata. Penggunaan gambar di media sosial saat ini menjadi salah satu alat promosi terpenting di sektor pariwisata, karena dapat memberikan pengalaman lain kepada wisatawan dengan memberikan pengalaman dalam bentuk gambar (Akehurst, 2014; Serafinelli, 2018).

Bali adalah salah satu tujuan wisata paling populer bagi orang Indonesia. Bali memiliki banyak tempat wisata, terutama pantai. Tempat Wisata merupakan destinasi potensial atau daya tarik wisata yang akan menjadi ikon unik yang menarik wisatawan (Prebensen, 2016; Lascu & Manrai, 2018; Gan, 2018). Bali diakui menyerupai destinasi di Maldives. Ini adalah tiga atribut unggulan Bali: biaya hidup yang relatif rendah dibandingkan dengan destinasi pesaing lainnya, ketersediaan makanan dan minuman yang lezat, dan ketersediaan akomodasi. Bagi orang Bali sendiri, awal dari sebuah pandemi adalah mimpi buruk. 60% pendapatan Bali berasal dari pariwisata. Akibat larangan bepergian dan kekhawatiran penyebaran virus, jumlah wisatawan domestik dan asing turun secara signifikan. Hotel, restoran, klub dan lokasi lainnya terpaksa ditutup, dan banyak karyawan diberhentikan atau diberhentikan (dipisahkan) atau diberhentikan. Hal ini sebenarnya tidak baik bagi masyarakat Bali. Penurunan kinerja sektor pariwisata Bali di masa pandemi Covid-19 seharusnya tidak berlangsung lama. Penurunan okupansi yang signifikan akibat kebijakan pelarangan kedatangan turis asing, pembatasan jarak sosial, kebijakan pembatasan sosial besar (PSBB), dan penundaan konferensi, insentif, konvensi, dan pameran (MICE), ditutup. Kami mengoperasikan sebagian besar hotel, terutama di Jawa, Bali dan Nusa Tengala (https://bit.ly/WebinarBIBALI20200604). Sektor pariwisata harus mampu berkembang dengan beradaptasi dengan tatanan kehidupan baru (new normal). Diperlukan upaya untuk mempersiapkan keadaan "New Normal". 

Salah satu faktor yang diharapkan mampu mendongkrak perekonomian saat ini adalah belanja pemerintah, khususnya belanja pemerintah pusat. Sayangnya, mengingat sebagian besar pendapatan asli daerah (PAD) berasal dari sektor pariwisata, anggaran pemerintah daerah Bali sendiri juga terbatas. Oleh karena itu, sejak pertengahan tahun 2020, kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi sangat penting bagi Bali. Setidaknya bisa membantu orang Bali bertahan hidup sambil berusaha untuk sembuh. 

Berbicara soal ujian ekonomi yang ketat, nyatanya Bali memiliki berbagai krisis ekonomi besar (1998), peristiwa bom Bali I (2002), peristiwa bom Bali II (2005), letusan Gunung Agung (2017), dll. Telah diuji oleh peristiwa . .. Ujian yang paling berkesan bagi masyarakat Bali dan dunia adalah tragedi bom Bali I pada Oktober 2002. Saat itu, perekonomian Bali sedang stagnan. Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) turun menjadi hanya 60.836, turun 59,6% dari September 2002 sebelum tragedi. Tingkat pengangguran mencapai 7,58% dan kemiskinan naik menjadi 7,84%. Selain itu, inflasi juga meroket hingga 12,49%. Bom Bali II (Oktober 2005) juga telah memberikan dampak serupa namun dengan skala yang lebih rendah. Hanya saja, trauma yang ditimbulkan cukup besar mengingat kejadiannya serupa dengan Bom Bali I.

Selain itu, erupsi Gunung Agung pada November 2017 juga berdampak pada perekonomian Bali, mengingat Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Bali. Tidak memiliki dampak ekonomi yang besar dan traumatis seperti bom Bali, tetapi karena masalah keamanan, kehadiran turis asing berkurang menjadi 32,1 dan hunian kamar berkurang 1,49%.

Berbeda dengan uji coba di atas, dampak pandemi Covid-19 berbeda-beda di setiap kota/kabupaten. Misalnya Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Dalam kasus Gianyar, pengaruh pandemi paling terlihat, karena sebagian besar kegiatan pariwisata berlangsung di daerah-daerah tersebut. Itu juga menurun tajam. Area lain seperti taksi. Bangli, Kab. Buleleng, dan Kab. Jembrana tidak terlalu menderita karena aktivitas ekonomi dari pariwisata tidak mendominasi. Sektor tradisional seperti pertanian dan perikanan masih cukup mampu bertahan.

Akhirnya, bahkan di masa pandemi, masyarakat Bali sudah terbiasa berbisnis dari rumah. Semakin banyak UMKM atau UKM yang didirikan untuk menopang perekonomian. 4.444 kegiatan UMKM juga meningkat, terbukti dengan meningkatnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bali. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh insentif tambahan yang ditawarkan oleh subsidi suku bunga. Padahal, penyaluran KUR di Bali pada 2020 sebesar Rp 5,6 triliun, naik dari tahun lalu Rp 5,1 triliun. Artinya, masyarakat Bali tetap optimis dan mulai merelokasi usahanya. Seperti sekarang, Bali tetap kuat menghadapi ujian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun