Mohon tunggu...
Azzam Habibullah
Azzam Habibullah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa At-Taqwa College Depok

Islam - Social Literacy - Thought

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Peta Pendidikan yang Malang

20 Desember 2020   10:58 Diperbarui: 20 Desember 2020   11:21 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya ketika berbagai tentang kepemudaan di SMAN 1 Tigandreket, Kab. Karo Sumatera Utara | dokpri

Masa depan pendidikan Indonesia telah terumuskan dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035. Namun, kehadirannya tidak murni tanpa kritik. Salah satu kritik yang tajam berasal dari Iman Zanatul Haeri, seorang sejarawan yang jugu guru di Pesantren Al-Tsaqofah Jakarta Selatan.

Dilansir website islami.co, Henri menilai peta pendidikan yang telah dicanangkan Kemendikbud memiliki tujuan yang tidak jelas, sebab trend global yang menjadi acuannya, terbukti bernuansa relative atau bisa berubah sepanjang zaman. Kompetensi global yang diinginkan peta pendidikan ini, jelas tidak memiliki arti bila sekedar meniru kompetensi negara-negara maju yang kecenderungan pendidikannya tidak relevan dengan Indonesia.

Haeri juga mengomentari salah satu konsep Merdeka Belajar, yakni kolaborasi dan pembinaan antara lokal dan global. Baginya, tujuan ini memiliki makna yang sama dengan Glokalisasi, dalam artian ingin meraih pengakuan global dengan mengeksploitasi nilai-nilai material lokal. Ini tentu merupakan pijakan yang tidak stabil, karena di era disrupsi ini apa yang menjadi primadona global cenderung tak terprediksi sama sekali

"Pengejaran terhadap 'Trend Global' yang berjalan dari satu lokalitas ke lokalitas tertentu, justru menjauhkan kita dari upaya kongkrit untuk menjadi dominan dalam persaingan global... Karena strategi utama dalam membentuk peta pendidikan tidak hanya berhasil memetakan masa depan, namun menggariskan konsep pendidikan sesuai dengan kepribadian bangsa yang hendak dipertahankan," terang Haeri dalam artikelnya.

Dalam artikel yang dilansir website yang sama, Henri juga mengkritik peta pendidikan Indonesia yang mengarah pada kurikulum ramah industri. Menurutnya, ini tidak sejalan dengan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, dimana pendidikan bagi beliau adalah gerakan kemerdekaan, dan pembebasan atas pendidikan kolonial yang ujung-ujungnya mengarahkan pribumi menjadi buruh industri.

Henri berkelakar, bahwa percepatan akselerasi Industri dalam dunia pendidikan tidak hanya mengarahkan lulusannya pada pada keterampilan tenaga kerja industry, namun melakukan industrialisasi di dalam pendidikan itu sendiri. Perkataan Henri ini terbukti, dimana pendidikan Indonesia kerap ladang bisnis bagi Sekolah dan pabrik, sehingga tak jarang menjadi "hamba" dari standar-standar pendidikan industrialis, yang sekali lagi merancukan tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Kritik ini menjadi sesuatu yang penting untuk direnungi oleh dunia pendidikan kita. Apa yang disajikan oleh Henri di atas, merupakan satu bukti bahwa Peta Jalan Pendidikan yang dirumuskan pemerintah, masih menyimpan pandangan yang bias terhadap penyelarasan antara pendidikan dan globalisasi. Maka dari itu, menurut saya pendidikan dan globalisasi harus diletakkan secara tepat dan tidak saling memengaruhi secara menyeluruh.

Tentu saja ada bagian dari pendidikan yang dapat berubah sesuai perkembangan zaman, seperti penggunaan Internet dan pembelajaran online. Namun, dampak globalisasi itu tidak boleh serta-merta memengaruhi dunia pendidikan 100%, sebab proyeksi globaliasi yang bernuansa materialis, seperti trend global dan "manusia-manusia industri" tentu tidak sejalan dengan nilai-nilai pendidikan di Indonesia, yang ingin mencetak insan yang beriman dan betakwa. Oleh karena itu, imitasi pendidikan dari luar bukanlah sesuatu yang bijak ditrapkan dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035.

Sudah saatnya bangsa Indonesia mendefinisikan sendiri apa yang menjadi bentuk dan tujuan pendidikannya. Itu lebih baik daripada menjadi pengikut atas standar dan konsep pendidikan yang relative dan tidak relevan dengan mimpi besar para tokoh pendidikan bangsa. Jika kita masih ngeyel mengadopsi standar dan konsep pendidikan luar, maka benarlah apa yang dikatakan bangsa lain, bahwa negara kita jauh dari kata maju dan mandiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun