Mohon tunggu...
Mahdiya Az Zahra
Mahdiya Az Zahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - lifetime learner

Mompreneur yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PHP Membawa Berkah

23 Februari 2018   07:24 Diperbarui: 23 Februari 2018   11:40 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://fierrzee.blogspot.co.id/2016/10/sharing-sharing-part-iii.html

Dari Pemberi Harapan Palsu menjadi Pemberi Harapan Pasti

PHP yang dimaksud disini adalah sebagaimana kids zaman now Pemberi Harapan Palsu. Yaps, saya adalah korban PHP, tapi bukan diPHPin pacar atau tunangan ya.

Jadi ceritanya saya sudah lulus kuliah dan saya ambil kelas filsafat setelah lulus selama satu tahun. Selama kuliah dan ambil kelas filsafat ini saya juga sambilan ngeles privat dan jualan online.

Nah tibalah saatnya saya pulang kampung. Saya sudah merantau 8 tahun. Benar saja tidak ada tetangga yang mengenal saya kecuali saya sebutkan nama Ayah saya.

Saya punya mimpi yang mungkin aneh kalau didengar, saya ingin tinggal di kampung padahal saya adalah sarjana kimia murni tidak ada background pendidikan. Dan di kampung saya, jelas tidak ada pekerjaan yang sesuai dengan jurusan saya. Tapi saya bersikeras untuk kembali ke kampung, karena tujuan kita belajar adalah untuk kembali ke kampung, kalau bisa ya membangun kampung. Eits membangun bukan hanya infrastruktur ya, membangun karakter, mental, dan pemikiran juga sangat penting.

Nah berbekal dari tujuan saya yang dibilang orang itu kurang kerjaan ini saya memutuskan untuk membuat bimbel di rumah. Memang bukan berbasis sukarela, saya masih ambil tarif dari mereka karena keadaan kampung saya gak susah-susah amat, masih mampu lah.

Dan benar saja, saya kan tidak punya teman di kampung, saya buka bimbel pun tidak ada yang berniat mendaftar, hahaha. Nah bimbel di kampung saya ini memang didominasi oleh bimbel besar yang biayanya sangat mahal, dan tentu hanya sebagian dari warga yang mampu untuk bimbel disana. Saya pun membuka bimbel dengan tujuan untuk menampung anak yang ingin bimbel tapi kemampuannya tidak mencukupi untuk bimbel besar seperti itu.

Tapi bimbel yang berkembang di kampung saya selain bimbel besar itu adalah privat. Saya tidak ingin privat, karena perhitungan saya, jika saya membuka bimbel di rumah saya bisa menampung anak lebih banyak, dan tentu biayanya lebih murah.

Yah, modal kenekatan saya ini tidak didukung dengan fasilitas yang saya miliki. Rumah saya ini terpencil dan masuk gang, tapi sebenarnya gang itu dekat sekali dengan sekolah-sekolah negeri, dan untuk jalan kaki cukup 10-15, menit. Tapi memang yang namanya masuk gang, orang sudah underestimate duluan kan.

Saya akhirnya tetap nekat dan mulai menyebarkan brosur, tapi setelah saya pikir, zaman now kan sudah paperless ngapain saya buang-buang kertas. Akhirnya setelah mencoba menyebar hard brosur saya pun mencoba share brosur via internet. Saya masuk grup lokal, grup jualan, grup info lokal, grup chat, grup wa, grup kajian dsb. Saya sebarkan satu per satu kontak orang-orang.

Tak hanya sampai disitu, karena saya merasa hampir putus asa, padahal usahanya baru segini, saya pun bertanya pada pemilik bimbel yang fasilitasnya bagus dan murah, tapi rumahnya juga terpencil seperti saya. Dia berbasis di kota sebelah, salah satu kekuatan dia adalah, dia guru tetap SD. Dia juga sudah tinggal cukup lama di kota itu, dan tentu saja kenalannya banyak, apalagi dia seorang guru. Kini muridnya sudah banyak dan fasilitas bimbelnya juga tidak kalah dengan bimbel besar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun