Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tubuh dan Rasionalitas: Ulasan dan Telaah atas "Dunia Pasca-Manusia" oleh Budi Hartanto (Bagian Dua)

1 September 2019   08:30 Diperbarui: 1 September 2019   08:37 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi saya, buku Dunia Pasca-Manusia yang ditulis Budi Hartanto punya signifikansi yang besar terutama dalam memahami hubungan kita dengan instrumen teknologis yang kita ciptakan. 

Banyak pula tema yang diangkatnya yang dapat membantu menajamkan konsep literasi digital kita. Pada kesempatan ini, saya akan menghadirkan ulasan lanjut sekaligus mengangkat diskusi terkait ulasan tersebut.

Pada bagian dua, Budi Hartanto membahas soal tubuh dan rasionalitas. Ia memulai dari pikiran Descartes yang meragukan apa saja di luar dirinya sehingga ia sampai pada titik di mana ia meragukan dirinya sendiri. 

Persoalannya sekarang adalah apakah pikiran membutuhkan tubuh untuk baginya bersemayam? Lalu apakah pikiran itu dapat disimulasikan dan disematkan pada tubuh yang lain?

Dari situ muncullah diskusi tentang artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang mampu menyelesaikan atau bahkan menandingi cara manusia berpikir. 

Mesin yang diciptakan Alan Turing hingga Chinese Room Argument yang diajukan John Searle semuanya membahas tentang kalkulasi yang dapat melahirkan simpulan berdasarkan skenario-skenario yang diinput secara programatis dengan tujuan melahirkan skenario baru yang bisa mengatasi atau memberi solusi atas skenario sebelumnya.

Nah, sekarang soalannya adalah, jika mesin mampu membuat kalkulasi dan melahirkan sebuah simpulan, bukankah itu berarti bahwa ia dapat berpikir? Pada titik inilah lahir diskusi tentang kecerdasan yang keluar dari tubuh manusia dan menyatu ke dalam instrumen teknologis. 

Itu berarti bahwa kecerdasan dapat bersifat material (menyemat ke mesin) dan mampu menyelesaikan masalah secara mandiri. Namun, penyelesaian masalah bukanlah satu-satunya indikasi kecerdasan.

Mesin mungkin mampu menyelesaikan tugas yang diberikan namun ia masih bergantung pada input untuk mengembangkan daya kreasinya. Namun bagaimana jika input yang diberikan kepada mesin itu cukup memadai sehingga ia mampu membuat kalkulasi yang simpulannya bahkan tidak mampu kita bayangkan? Bagaimana jika ia mampu membangun suatu bentuk kesadaran baru yang memicu tindakan secara mandiri atau mungkin intuitif?

Hubert Dreyfus mencoba mengemukakan alur kemungkinan skenario itu bisa terjadi. Konsep kompetensi Dreyfus yang mulai dari tahap mengikuti aturan dan instruksi (pemula) lalu mengacu pada dunia pengalaman yang menyesuaikan aturan (lanjutan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun