Bagi saya, buku Dunia Pasca-Manusia yang ditulis Budi Hartanto punya signifikansi yang besar terutama dalam memahami hubungan kita dengan instrumen teknologis yang kita ciptakan.Â
Banyak pula tema yang diangkatnya yang dapat membantu menajamkan konsep literasi digital kita. Pada kesempatan ini, saya akan menghadirkan ulasan lanjut sekaligus mengangkat diskusi terkait ulasan tersebut.
Pada bagian dua, Budi Hartanto membahas soal tubuh dan rasionalitas. Ia memulai dari pikiran Descartes yang meragukan apa saja di luar dirinya sehingga ia sampai pada titik di mana ia meragukan dirinya sendiri.Â
Persoalannya sekarang adalah apakah pikiran membutuhkan tubuh untuk baginya bersemayam? Lalu apakah pikiran itu dapat disimulasikan dan disematkan pada tubuh yang lain?
Dari situ muncullah diskusi tentang artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang mampu menyelesaikan atau bahkan menandingi cara manusia berpikir.Â
Mesin yang diciptakan Alan Turing hingga Chinese Room Argument yang diajukan John Searle semuanya membahas tentang kalkulasi yang dapat melahirkan simpulan berdasarkan skenario-skenario yang diinput secara programatis dengan tujuan melahirkan skenario baru yang bisa mengatasi atau memberi solusi atas skenario sebelumnya.
Nah, sekarang soalannya adalah, jika mesin mampu membuat kalkulasi dan melahirkan sebuah simpulan, bukankah itu berarti bahwa ia dapat berpikir? Pada titik inilah lahir diskusi tentang kecerdasan yang keluar dari tubuh manusia dan menyatu ke dalam instrumen teknologis.Â
Itu berarti bahwa kecerdasan dapat bersifat material (menyemat ke mesin) dan mampu menyelesaikan masalah secara mandiri. Namun, penyelesaian masalah bukanlah satu-satunya indikasi kecerdasan.
Mesin mungkin mampu menyelesaikan tugas yang diberikan namun ia masih bergantung pada input untuk mengembangkan daya kreasinya. Namun bagaimana jika input yang diberikan kepada mesin itu cukup memadai sehingga ia mampu membuat kalkulasi yang simpulannya bahkan tidak mampu kita bayangkan? Bagaimana jika ia mampu membangun suatu bentuk kesadaran baru yang memicu tindakan secara mandiri atau mungkin intuitif?
Hubert Dreyfus mencoba mengemukakan alur kemungkinan skenario itu bisa terjadi. Konsep kompetensi Dreyfus yang mulai dari tahap mengikuti aturan dan instruksi (pemula) lalu mengacu pada dunia pengalaman yang menyesuaikan aturan (lanjutan).