Setelah pengundian nomor urut kandidat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Jumat (21/9/2018) lalu. Manuver kedua kandidat untuk meraih simpati masyarakat semakin tak terhindarkan.
Jika sebelumnya, ramai jadi perbincangan sejumlah kepala daerah bakal mendukung pasangan Joko Widodo dan Kiai Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf). Kali ini, sebanyak 300 purnawirawan TNI menyatakan solid mendukung pasangan Prabowo Subianto dengan Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi), Ahad (24 September 2018) kemarin.
Bekaca pada berbagai momentum kontestasi politik nasional sebelumnya, tokoh TNI memang banyak mengambil peran dalam menentukan arah kepemimpinan nasional.
Pasalnya, TNI dinilai mampu mengorganisir kekuatan rakyat lantaran kepercayaan rakyat yang begitu baik terhadap pentolan institusi satu ini. Dibanding institusi lainnya.
TNI merupakan lembaga yang paling diapresiasi dan dipercaya oleh publik. Tingkat kepercayaan publik kepada TNI melebihi pada lembaga lain, kecuali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan hasil survei yang dirilis Oktober 2015 lalu, tingkat kepercayaan publik pada TNI mencapai 81 persen. Sementara tingkat kepercayaan publik pada KPK mencapai 82 persen. Jauh lebih baik dari institusi lainnya.
Taktis secara geopolitik, dukungan ratusan Jenderal dan purnawirawan TNI terhadap Prabowo-Sandi akan berpengaruh secara signifikan terhadap elektabilitas pasangan ini. Terlebih Prabowo-Sandi sebelumnya dinilai lebih unggul dalam materi kampanye yakni mampu meraih dukungan elemen masyarakat yang populer disebut gerakan emak-emak dan generasi millenial. Ditambah, dukungan hasil ijtima ulama II yang juga memperkuat pasangan ini.
Sementara itu, kekuatan sejumlah Kepala Daerah tertentu yang menyatakan dukungan terhadap calon presiden petahana dinilai kurang mampu berpengaruh secara signifikan.
Satu dari sekian alasan karena publik menilai hasil pilkada serentak 2018 yang mendukung Jokowi-Ma'ruf lebih kepada 'sandra politik' yakni komitmen yang terbangun jauh sebelumnya terkait kontrak dan usungan calon kepala daerah dengan partai terhadap calon presiden saat ini pada pilkada lalu.
Bisa disimpulkan, dukungan tersebut bukan atas dasar visi misi kandidat pilpres. Tapi dukungan lantaran terpaksa harus mendukung karena kesepakatan yang dibangun jauh sebelum pilpres.
Meski hal tersebut belum dikonfirmasi secara langsung, namun opini publik/kesadaran politik soal hal ini, tak terhindarkan. Hal tersebut, boleh jadi disebabkan karena kesadaran politik publik semakin peka terhadap fenomena dan juga semakin massifnya informasi yang bisa jadi pembanding.