Di balik setiap rumah tangga yang tampak tenang, sering tersembunyi cerita sederhana yang sarat makna.
Tentang dua manusia yang saling mencintai, tapi sering kali tersandung oleh perbedaan cara mengekspresikan cinta itu sendiri.
Di Ruang Hipnoterapi MPC, saya merangkumnya setiap cerita dan goresan luka mereka yang datang sebagai guru kehidupan dalam narasi yang bisa jadi akan menjadi pelajaran berharga buat anda yang menjadi pertepaatan.
Ada seorang suami, sebut saja ia fajar tipe orang yang pemikir, visioner dan isenya selalu datang dan ia sangat aktig sehingga ia todak bisa fokus dengan sempurna, sesekali ia akan terlihat sangat santai walau sejatinya pikirannya bekerja keras sehingga ia mengabaikan banyak hal yang disekitarnya seperti kertas berserakan, konsep yang berantakan, baju yang ada di kasur dan meja, bahkan kadang barang apapus sering terabaikans etelah digunakan sehingga nampak berantakan, Â dalam pikirannya, ia merasa bahwa semua bisa diselesaikan atau dirapihkan nanti, karena ada prioritas lain yang harus diselesaikan. "Kan yang penting semua selesai" dalam benaknya.
Tapi sebaliknya istrinya sebut saja jingga adalah sosok yang sangat berbeda, si istri adalah sosok yang tertib, segala sesuatu harus terlihat rapih, paling tidak suka dengan suangan atau suasana yang berantakan, baginya visual tentang kerapihan yang menghadirkan rasa nyaman dan kalau semua tidak terpenuhi ia akan sangat mudah tersulet emosinya.
Setiap benda punya tempat, setiap kegiatan ada aturannya.
Kerapian baginya adalah bentuk kendali, ketenangan, dan rasa aman.
Dan ketika melihat keadaan berantakan, ia merasa dunia di sekitarnya ikut kacau.
Dalam lelahnya, sering kali kalimat itu meluncur tanpa sadar:
"Aku bukan pembantumu!"
Diawal awal suaminya menganggap semua candaan, tapi kalimat itu selalu dan seringkali terlontar saat yang kurang tepat, suami sedang cape dengan pikirannya dan merasa ingin dilayani, si istri merasa sangat cepek dengan kegiatan fisiknya dan ingin dipahami dan dibantu, ini awal persoalannya.
Suami memang bekerja lebih pada pikirannya dan karena idenya yang sangat banyak dan kadang tidak fokus atau lebih menyepelekan bahwa semua akan bisa dikerjakan nanti, sementara istrinya melihat suami hanya diam dan tidak mau merapihkan dan membantu pekerjaan rumahnya, sementara suami melihat respon istri yang selalu marah dan mengganggu pikirannya juga marasa harapan mendaapatkan perhatian dan kasih sayang istrii dilayani atau mungkin bilang baik baik untuk merapihkan justru sama salam memahami bahasa cintanya.
"Aku bukan pembantumu!"
Kalimat ini sering kali kembali, padahal suami sudah bilang, "apa aku pernah menganggap kamu pembantu ?!!!, apa aku pernah menyuruh nyuruh kamu seperti pembantu ? !!!" sekiranya berat dilakukan biarkan saja nggak usah dilakukan kalau nggak ikhas itu gumamnya dalam hati. suami terlalu sayang tapi nggak mengerti bagaimana cara menyampaikannya.