Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas, Trainer, Personal Coach, Terapist, Hipnoterapist, Pembicara, Online Marketer, Web Design

Praktisi Kehidupan, Kompasianer Brebes www.azizamin.net Founder MPC INDONESIA www.mpcindonesia.com WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jaga Jarak Aman Anda!

20 Oktober 2020   06:26 Diperbarui: 20 Oktober 2020   06:41 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri RS Mitra Keluarga

Sepertinya sudah tak asik lagi bahas tentang pandemi covid 19, toh nyatanya mau kena covid atau tidak orang bisa sakit, orang bisa meninggal. 

Mau kena sejumlah penyakit berat sekalipun kalau Tuhan / Allah Ta'ala belum mempertepatkan seorang meninggal ia akan selamat. 

Masyarakat sepertinya sudah mulai lelah untuk memperhatikan dan memberikan pengamatan berlebihan di urusan covid 19, bahkan sadar atau tidak bahwa kehidupan mulai berangsur normal sejauh pengamatan saya di Kabupaten / Kota berkembang. 

Ya saya sangat sepakat kalau angka masih naik turun arau bahkan relatif naik, tapi masyarakat terlanjur menganggap itu bukan lagi berita yang menarik untuk dikonsumsi. 

Lebih asik fokus pada berita bantuannya dari pada angka sebaran kasusnya, ini terlihat saat ada bantuan covid 19, seringkali masyarakat abai dan lalai untuk menerapkan protokol kesehatan, bahkan aparat dibuat tak berdaya kalau penguasa tertinggi negeri (rakyat) dah turun gunung.

Turun gunung bukan berarti demo, tapi berkerumun minta haknya bantuan covid yang dijanjikan pejabat yang sedang memgemban tugas, lagi-lagi saya ingat orang tua dulu bilang "Ngurusi wong waras luwih angel tinimbang ngurusi wong edan" yang artinya kurang lebih mengurusi orang yang normal itu lebih sulit dari pada mengurusi orang-orang yang tidak normal pikirannya. 

Jadi ya wajar, saat masyarakat calon penerima bantuan berkumpul ya yang ada adalah ambisi, ketakutan, cemas dll. Walau jelas akan dapat bantuan mereka tak sabar pingin cepat dapat, takut kehabisan, khawatir dan gelisah seringkali menaikkan emosi, belum tempat yang seringkali tidak sesuai kapasitas. 

Apa yang terjadi? 

Protokol kesehatan terbaikan, jaga jarak tidak mungkin diterapkan apalagi cuci tangan pake sabun. 

***

Ini berbeda saat kemarin saya nongkrong di RS Mitra Keluarga Tegal, apresiasi adanya tanda dan kode untuk jaga jarak baik di tempat duduk maupun loket pengambilan antrian. 

Masyarakat pengguna layanan sepertinya sudah mulai menyadarai, covid bukan ditakuti tapi disikapi dan sekarang mulai bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi, mungkin sekitar 10% lebih sedikit yang masih abai dan lalai soal penerapan protokol kesehatan, tapi secara umum "Keren".

Hal yang bisa jadi perlu penyempurnaan adalah pada pengambilan antrian karena menu yang relatif banyak pilihan dan tanpa ditungguin petugas operator seringkali ada pasien yang salah ambil no antrian dan saya pribadi kasihan harus mengulang mengambil antrian lagi.

Intinya... masyarakat makin sadar akan perlunya menyikapi pandemi ini dengan bijaksana, tidak perlu takut, cemas dan gelisah, ya mulailah melakukan adaptasi dan penyesuaian diri. 

Bantuan penting tapi akan lebih penting kesehatan dan kesehatan penting tapi disokong dengan ekonomi, untuk tetap berjalan ekonomi maka masyarakat harus berdaya dan mulai menjalankan roda perekonomian tanpa berpangku tangan menunggu bantuan, dan tanpa aksi tidak bijak demi bantuan mengabaikan kesehatan. 

{{{ positif, sehat dan bahagia }}}

Aziz Amin | Kompasianer Brebes

WA 0858.6767.9796

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun