Di balik aroma manis donat yang baru matang, terdapat kisah perjuangan yang tak kalah hangat. Di sebuah sudut di Jalan Wahid Hasyim, seorang pria bernama Risqon berdiri setiap pagi di depan gerobak kecilnya yang berisi barisan donat kentang. Tak banyak yang tahu, donat-donat ini bukan hanya camilan biasa. Mereka adalah simbol ketekunan, inovasi, dan daya juang seorang kepala keluarga yang berani bangkit di tengah keterpurukan pandemi.
Tahun 2020 menjadi tahun kelam bagi banyak orang. Pandemi COVID-19 membuatberbagai sektor kehidupan, Jutaan orang kehilangan pekerjaan, usaha-usaha tutup, dan aktivitas masyarakat dibatasi secara drastis. Di tengah situasi serba tak pasti itulah, Risqon memutuskan untuk mencoba sesuatu yang tak pernah ia geluti sebelumnya berjualan donat kentang.
"Saya waktu itu bingung mau kerja apa. Banyak yang dirumahkan, usaha susah jalan. Tapi saya pikir, saya harus tetap cari cara buat nafkahin keluarga," kisah Risqon saat ditemui di lapaknya.
Berbekal resep sederhana dari ibunya dan sedikit modal dari hasil pinjaman kecil, Risqon mulai membuat donat kentang sendiri di rumah. Dengan peralatan seadanya dan dibantu istrinya, ia memproduksi puluhan donat setiap pagi untuk dijual di dekat rumahnya.
"Waktu awal jualan, saya bawa cuma 30 biji. Sering nggak habis. Tapi lama-lama ada juga yang suka," katanya tersenyum.
Risqon memilih Jalan Wahid Hasyim sebagai tempat ia berjualan karena lokasinya yang cukup strategis. Meski tidak berada tepat di pusat keramaian kota, jalan ini sering dilalui warga yang hendak ke pasar, sekolah, atau tempat kerja. Ia menggunakan meja lipat kecil, sebuah toples plastik, dan papan harga sederhana yang bertuliskan: Donat Kentang 57 qRp 2.000/biji.
"Tempat saya memang sederhana, tapi saya jaga kualitas. Orang beli, harus puas," tegasnya.
Nama "57" sendiri bukan hanya angka acak. Bagi Risqon, angka itu memiliki makna personal. "Angka itu saya suka. Ada unsur doa dan keberuntungan di dalamnya," ujarnya.
Saat pandemi mencapai puncaknya, pemerintah menerapkan lockdown dan pembatasan aktivitas masyarakat. Dampaknya sangat terasa bagi pelaku UMKM seperti Risqon. Ia hanya bisa berjualan hingga pukul 8 malam dan itupun dengan jumlah pembeli yang sangat terbatas.