Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kompasianer Sejati, Bersama Kalian Aku Merasa Ada

24 Oktober 2020   12:49 Diperbarui: 24 Oktober 2020   12:58 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ndak boleh begitu... Kayak putus asa saja."

Ini komentar seniorku terhadap chat saya saat nge-share tulisan saya yang menurutku balas nggak ilmiah. Benar-benar 'timbang ra nulis'.

Hari Santri Nasional. Momen yang bagi saya sayang untuk dilewatkan. Yah, sekedar urun rembug sebagai mantan santri, punya anak santri dan kebetulan belajar momong santri meski masih jatuh bangun. Ada banyak hal yang selalu menarik untuk ditulis terkait polahnya santri dan segala hal tentang pesantren.

Jujur, jauh-jauh hari saya sudah bikin tulisan 'Nakalnya Anak Pondok'. Kemasan saya buat sedemikian rupa supaya orang tidak serta merta menyalahkan saya yang terkesan su'ul adab terhadap santri. 

Biasalaaah orang seringnya baru lihat judul sudah komentar macam-macam. Padahal harusnya membiasakan membaca sampai selesai baru komentar. Jangan terjebak filosofi durian, lihat luarnya sudah tidak tertarik karena berduri. Tidak tahu kalau dalamnya yummy. Sebaliknya orang lebih tertarik sama kedondong yang terlihat mulus di luar, tapi dalamnya? Pating crongat ra karuan.

Akhirnya saya nulis saja sesuatu yang memang sempat saya tertarik untuk menulisnya. Ya, humanisme pesantren. Bismillah, tulis bla bla bla sambil berselancar ke masa lalu saat masih unyu. Lulus SD masuk pondok sampai lulus Aliyah. Tentu perjalanan panjang yang begitu sulit untuk dilupakan.

Tidak ketinggalan juga mengingat saat mempertimbangkan dan memutuskan untuk memasukkan anak di pesantren mana. Demikian pula pengalaman dan evaluasi kepengasuhan kami di pesantren yang masih jauh dari pesantren yang ideal.

Analisis sederhana saja yang saya tulis. Blas tidak ilmiah. Yang penting tidak kehilangan momen untuk posting tema aktual di blog populer itu, Kompasiana. Sama sekali tidak berpikir akan dibaca orang, apalagi kasih komentar. Persis saat saya baru pertama posting tulisan di blog tersebut. Nothing to lose. Yang penting nulis, timbang ra nulis. Biasa, langganan kejar deadline. Alhamdulillah selesai dan tayang, dibela-belain lembur di kantor.

Tidak lupa saya share hanya di beberapa grup saja. Nggak pede dan takut dikomen pedes. Dan benar aja, ternyata ramai juga jadi perdebatan di grup alumni Tafsir Hadis Ushuluddin UIN Jogja. Grup yang kebetulan ada teman-teman yang mewarisi pesantren abahnya. Benar-benar jadi ajang diskusi yang hot. Walaupun buntutnya ya saling bully dan kangen-kangenan.

Demikian pula di grup lain yang ada para masyayikh alumni pesantren. Kritik formal dan ilmiah terkait humanis juga muncul. Sempat keder tidak bisa kasih argumen yang ilmiah. Namun lagi-lagi berbuntut guyon dan saling memotivasi.

Dan tidak disangka teman sesama pembelajar dalam tulis menulis plus yang ngajari aku posting di blog tersebut ngasih tau kalau masuk artikel utama alias headline. Tentu ini yang jadi impian dan kebanggaan para kompasianer. 

Selalu saja saya nggak nyadar kalau tidak dikabari beliau. Karena kebiasaan saya hanya nulis, posting, kalau sudah tayang, saya kirim ke teman-teman. Lupakan respon dan komentar, yang penting nulis dan kirim. Ini juga motivasi yang saya dapat penulis tersohor Haidar Baghir. Tulis, kirim, mau diapresiasi atau tidak. Terus tulis dan kirim! 

Demikian pula motivasi dari teman-teman sesama penulis, baik  penulis senior yang sudah jadi suhu, maupun penulis pemula macam saya ini. Saling memotivasi, tidak pelit untuk memuji, namun tidak sungkan memberi masukan.

Begitulah. Pelajaran berharga buat saya. Jangan putus asa dan minder untuk menulis. Tulis saja. Kalaupun ada yang tidak setuju dengan tulisan kita, tanggapi dengan santai dan jangan takut apalagi berhenti untuk menulis. Terimakasih Kompasiana dan para kompasianer sejati. Bersama kalian, aku merasa ada. Meski kita tak pernah bersua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun