Mohon tunggu...
Kebijakan

Darurat! Ketimpangan Layanan Publik dan Fasilitasi Pendidikan di DKI Jakarta

17 November 2018   05:05 Diperbarui: 17 November 2018   06:08 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala KUA Cengkareng, menunjukkan salah satu Risalah Pernikahan dari Tahun 2013 yang tersimpan di KUA Kec. Cengkareng, Jakarta Barat

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Sebagaimana diketahui, selain urusan perizinan sehari -- hari yang dikenal secara umum dilayani di Kantor Kelurahan atau di atasnya, warga Jakarta juga mengurus keperluan untuk pencatatan nikah ( melangsungkan pernikahan ) di Kantor Urusan Agama di setiap Kecamatan, selain tentunya layanan lainnya seperti pengurusan Wakaf, dll.

Sebagai bagian dari layanan publik ke masyarakat Jakarta, fasilitasi sarana dan prasarana yang terdapat di Kantor Urusan Agama ( setara dengan Kantor Kecamatan ) sangat memprihatinkan, bahkan bila dibandingkan dengan fasilitasi yang dimiliki layanan publik di Kantor Kelurahan. Dalam kesempatan berkunjung langsung ke KUA Kec. Cengkareng dan Kalideres, kendati aparatur yang ada didalamnya tetap malakukan pelayanan masyarakat secara baik. Tidak dapat menutupi kekhawatiran akan sarana dan prasarana yang ada di dalamnya yang berpotensi membahayakan warga dan dokumen penting yang ada didalamnya.  Sebagai contoh ; KUA Cengkareng, kendati dengan fasilitas seadanya, masih menyimpan rapi Risalah Pernikahan, sejak tahun tahun 1913. Risalah ini penting untuk memberikan keterangan atas sebuah perkara waris/kepemilikan, yang seringkali menjadi rujukan instansi hukum.

Dalam bingkai yang lain, kisah kesenjangan juga terjadi antara SMA/SMP/SD Negri di Jakarta dengan Madrasah Aliyah/Tsanawiyah/Ibtidaiyah Negri yang ada di Jakarta. Janganlah dibandingkan antara fasilitas perlengkapan dan gedung belajar mengajar, kesejahteraan Guru/Tenaga Pengajar-nya juga "menganga" begitu lebar. Seorang Guru Pendidikan Agama Islam di sebuah SD Negri yang berstatus Pegawai Negri, kendati mengajar murid yang sama, hanya akan "mendengar" rekan sejawatnya sesama pengajar menikmati Tunjangan Kinerja Daerah ( TKD ) dari Pemprov. DKI Jakarta, yang bisa berlipat dua dari yang diterimanya setiap bulan, padahal bertugas di sekolah yang sama dan mendidik "anak Jakarta" yang sama.

Kenapa Demikian ? dan Apa solusi yang mungkin dilakukan ?

Regulasi penghambat

Pasca reformasi, Kita mengenal "otonomi-daerah" yang diatur oleh Undang -- Undang dan memberikan keleluasaan lebih pada Daerah Tingkat-1 dan Tingkat-2 untuk mengatur urusannya, sesuai kemampuan daerah yang dimilikinya, dengan dikecualikan pada urusan Hankam, Politik Luar Negri, Moneter & Fiskal, Yustisi dan Agama.

Kondisi ini membawa konsekwensi pada administrasi pemerintahan, yang tidak memungkinkan anggaran pemerintah daerah untuk masuk dan membiayai "instansi vertikal" yang menyangkut urusan di atas, kendati yang dilayani adalah masyarakat daerah setempat. Kendati, dalam realitasnya terdapat skema "hibah instansi vertikal" dan sejenisnya, secara kasat mata di DKI Jakarta, terjadi ketimpangan yang mengusik rasa keadilan. 

Dalam contoh - contoh di awal tulisan, dari 44 Kecamatan yang ada di DKI Jakarta, Kantor Urusan Agamanya, 90% berdiri di tanah Pemda DKI Jakarta dengan gedung yang juga dibangun oleh Pemda DKI Jakarta, dan karenanya ; bisa menjadi temuan kesalahan keuangan bila Anggaran Departemen Agama, digunakan merenovasi Gedung Milik Pemda DKI Jakarta. Begitupun dengan Guru - Guru Agama, regulasi ini telah membuat kesenjangan untuk teman satu profesi, dan yang lebih penting realitasnya ; yang dilayani sama - sama "anak-Jakarta" dan sama - sama "warga-Jakarta".

Yang mungkin dilakukan

Sejak era Gubernur Fauzi Bowo, sebenarnya Pemda DKI Jakarta telah secara rutin, mengeluarkan skema  "Hibah Instansi Vertikal" dalam hal ini ke Kanwil Dep. Agama DKI Jakarta untuk ribuan tenaga pengajar di lingkungan Madrasah Negri di DKI Jakarta, namun tidak demikian halnya dengan fasilitasi Kantor Urusan Agama di DKI Jakarta. Sebagai contoh ; KUA Kec Cengkareng, yang dibangun di awal tahun 1980-an, tidak pernah berubah bentuk hingga saat ini, padahal jumlah warga yang dilayani, telah berpuluh lipat tambahannya, demikian halnya dengan Kecamatan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun