Mohon tunggu...
Azimatus Shidiqiyah
Azimatus Shidiqiyah Mohon Tunggu... PenaKu_

Istiqomah tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Ndog-ndogan di Banyuwangi Tepatnya di Kalangan Pondok Pesantren

12 April 2021   14:53 Diperbarui: 12 April 2021   15:40 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di daerah Banyuwangi terdapat berbagai macam tradisi. Tetapi terdapat satu tradisi unik yang dikenal oleh kalangan masyarakat sebagai Tradisi “ Muludan Endog-endogan” bahkan di lingkungan pondok pesantren Manba’ul Ulum ikut andil dalam tradisi ini. Tradisi Endog-endogan merupakan tradisi masyarakat Banyuwangi yang sudah berlangsung berpuluhan tahun dan termasuk tradisi yang tidak ada di daerah lain. Endog dalam bahasa indonesia berarti telur. Endog-endogan terbuat dari endog yang direbus dan diletakkan pada tusukan bambu kecil yang dihias dengan kertas yang disebut dengan kembang endog. Kemudian kembang ndog tersebut ditancapkan pada debog,yaitu pohon pisang yang dihias dengan kertas warna warni untuk menancapkan hiasan ndog-ndogan yang telah diikat dengan batang-batang bambu. Tradisi ini juga merupakan salah satu bentuk gotong royong masyarakat dalam mengutarakan bentuk kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Nah, sekarang saya akan menceritakan tradisi maulid nabi di pondok pesantren manba’ul ulum. Terdalam memperingati maulid nabi tersebut banyak hal yang menjadikan santri semakin mencintai seseorang yang telah membawa agama islam dengan penuh kasih sayang sehingga mampu meneladani sifat-sifatnya . Dengan demikian timbullah inisiatif dari kepengurusan untuk mengadakan berbagai macam lomba antar asrama, seperti ; menghias telur, maulidud dhibaiyyah, syarhil, outbond, memasak, dll. Kegiatan lomba tersebut diadakan untuk melatih santri kreatif dan inovatif sehingga terciptanya kader-kader unggul di masyarakat yang mampu menyatukan berbagai macam pendapat dan tidak meninggalkan tradisi yang lama. Santri manba’ul ulum dalam menghias ndog-ndogan berbeda dari sebagaimana masyarakat banyuwangi pada umunya. Mereka tidak menggunakan debog atau semacamnya itu, melainkan menurut kekereatifan masing-masing asrama.

Tepat pada tanggal 12 Robiul Ula semua persiapan harus sudah selesai dan seluruh santri berkumpul di halaman untuk persiapan kirab (berkeliling desa dengan membawa kreasi ndog-ndogan dari masing-masing Asrama). Setelah acara kirab selesai barulah dilakukan penjurian dari hasil kreasi ndog-ndogan oleh beberapa dzurriyyah (keluarga Ndalem). Ehh jangan salah, disini penjurian tidak hanya menilai dari segi keunikan atau keindahannya saja, melainkan kita harus mempunyai alasan dari apa yang kita kreasikan itu. Setelah semua penilaian selesai seluruh santri masih berkumpul di halaman untuk genduman (makan bersama) dengan mengambil jatah ndog-ndogan yang sudah dihias tadi. Kekereatifan hasil ndog-ndogan juga bisa dijual, jadi santri tidak hanya bisa mengaji tapi juga bisa berbisnis. Dan tradisi-tradisi tersebut dilakukan untuk menerapkan ayat al Qur'an "Fastabiqul khoirot" Agar semua santri selalu semangat dalam berlomba-lomba melakukan hal yang terbaik untuk hidupnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun