"Terkadang, Saya tidak mengerti, mengapa hidup manusia harus memiliki tujuan?"
Pono memandang angkasa berwarna biru itu. Cerah, tiada satupun titik gelap pada awan yang mengambang, berarak perlahan tertiup angin semilir, sejuk, menyejukkan kedua kupingnya. Menelisir setiap helai rambutnya. Ia rebah pada rerumputan hijau. Kedua matanya tidak berhenti memandang angkasa berwarna biru itu. Di sampingnya berbaring pula sesosok perempuan bertudung lebar, Mariam namanya. Si perempuan hanya diam membiarkan keheningan merasuki keduanya. Tak menjawab pertanyaan si laki-laki. Ia membiarkan Pono dalam pergolakan pada kepalanya yang mungkin otaknya tak seberapa besar itu, pertanyaan yang ia sendiri tak bisa menjawabnya.
Dua jam sudah lamanya mereka berbaring di padang rumput hijau itu. Tanpa pembicaraan yang pasti. Keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Entah apapun itu.
"Mengapa kau bertanya demikian?" Mariam membuka mulutnya juga kemudian.
"Saya tidak mengerti mengapa hidup manusia harus memiliki tujuan."
"Apakah itu sebuah pertanyaan yang harus saya jawab? Atau saya harus dengarkan saja ocehan konyolmu itu?"
"Manusia selalu mengejar, tanpa pernah puas, setelah tujuannya tercapai, maka dengan segera ia menemukan tujuannya yang lain, begitu saja terus tanpa pernah berhenti."
"Kau sendiri, apa tujuan hidupmu?"
Ditanya seperti itu Pono hanya tersenyum kecut. Pikirannya membayangkan hidupnya yang terkesan biasa-biasa saja. Tanpa arah dan tujuan. Ia merasa tak pernah memiliki ambisi apapun. Barangkali itulah yang membuatnya tak pernah memiliki gairah dalam sorot matanya sekalipun. Sorot matanya itu hanya berisi kekosongan semata.
Terang saja ia tak bisa menjawab pertanyaan si perempuan. Ia hanya menjalani hidupnya dengan apa yang ada. Makan ketika lapar, tidur ketika mengantuk, Tanpa harus memikirkan besok harus apa, kemana, lusa harus berbuat apa, minggu depan harus melakukan apa, bulan depan harus bagaimana, tahun depan harus mencapai apa, dua tahun lagi targetnya apa, sepuluh tahun lagi harus mendapatkan apa.
Ia sama sekali tidak perduli akan semua hal itu. Dalam pikiran Pono, hidup manusia terlalu singkat untuk dihabiskan mengejar sesuatu.