Berangkat dari prinsip keadilan tersebut, ekonomi Islam menawarkan serangkaian solusi konkret untuk mengatasi pengangguran yang relevan dengan konteks Indonesia. Secara umum, pendekatannya holistik: tidak hanya menambah lapangan kerja, tetapi juga memastikan keseimbangan sosial ekonomi secara menyeluruh. Beberapa langkah strategis antara lain:
1.Zakat, infaq, dan wakaf produktif. Zakat merupakan instrumen redistribusi kekayaan yang sangat sentral dalam Islam. Zakat tidak dipandang sebagai milik personal mustahik, melainkan sebagai kepemilikan bersama umat Islam yang harus dikelola untuk kemaslahatan publik. Dalam praktiknya, dana zakat dapat disalurkan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan ekonomi mustahik, misalnya dengan modal usaha bagi golongan dhuafa. Secara historis, Nabi Muhammad SAW pernah menjadikan zakat sebagai instrumen fiskal penting untuk mendistribusikan pendapatan sosial. Di era modern, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengembangkan program pemberdayaan ekonomi berbasis zakat, seperti pelatihan kewirausahaan dan dana bergulir untuk UMKM. Dengan jalur distribusi yang tepat sasaran, zakat dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi kaum miskin.
2.Pembiayaan berbasis bagi hasil (profit-sharing). Lembaga keuangan syariah menggunakan akad bagi hasil (mudharabah, musyarakah) alih-alih pinjaman berbunga. Model ini mendorong pertumbuhan wirausaha lokal: modal disediakan kepada pengusaha yang mengembangkan usaha, sementara keuntungan dan risiko dibagi secara adil. Dengan sistem ini, seorang pengusaha atau petani dapat memperoleh dana tanpa terbebani bunga riba yang tinggi. Solusi seperti pinjaman tanpa bunga atau sistem bagi hasil akan lebih mengalirkan modal kepada pelaku usaha riil, sehingga menambah investasi sektor produktif padat karya. Sebaliknya, sistem konvensional sering menyulitkan pengusaha kecil karena bunga tinggi mendorong usaha mereka gulung tikar dan buruh dirumahkan. Pendekatan Islam juga mendorong keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) syariah (Baitul Maal wat Tamwil, BMT) yang menyalurkan modal ke komunitas lokal dan petani, misalnya melalui skim simpan pinjam bergulir.
3.Peran aktif negara dan kebijakan adil. Menurut Al-Ghazali, negara harus berperan menjaga keadilan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Indonesia bahwa strategi "third way" ---menggabungkan efisiensi pasar dengan intervensi pemerintah---lebih cocok bagi Indonesia. Pemerintah seyogyanya menyusun kebijakan fiskal dan ketenagakerjaan yang berpihak pada penciptaan lapangan kerja. Misalnya, kebijakan pengaturan upah layak, pemberian insentif bagi perusahaan yang memberdayakan tenaga lokal, dan investasi publik pada sektor padat karya. Di sisi lain, negara harus menegakkan aturan anti-diskriminasi dan mencegah praktek monopoli atau eksploitasi yang mengurangi kesempatan kerja. Konsep keadilan sosial Islam menuntut agar pembangunan ekonomi tidak hanya diarahkan kepada pertumbuhan semata, tetapi pula pemerataan kesejahteraan.
4.Pendidikan dan pelatihan berorientasi kewirausahaan. Pengangguran sering disebabkan kurangnya keterampilan yang relevan bagi pasar kerja. Pendekatan syariah merekomendasikan peningkatan investasi pada pendidikan dan pelatihan vokasi yang sesuai kebutuhan industri halal dan sektor riil. Institusi Islam (pesantren, universitas Islam) dapat berperan mengembangkan kurikulum kewirausahaan dan teknologi tepat guna. Selain itu, program pembinaan wirausaha kecil dengan pendampingan serta akses permodalan (misalnya dana sosial Islam) sangat efektif menumbuhkan lapangan kerja baru. Dorongan berwirausaha berskala kecil akan menyiapkan banyak pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja sendiri.
Secara keseluruhan, pendekatan di atas mewakili ciri khas ekonomi syariah yang mengedepankan kelembagaan sosial: zakat dan wakaf sebagai instrumen publik, pasar yang diatur agar adil, dan partisipasi aktif negara untuk memelihara kesejahteraan umum. Bila diterapkan konsisten, formula ini tidak hanya menekan angka pengangguran, tetapi juga membangun masyarakat yang berkeadilan seperti yang diinginkan Islam.
Implementasi Keuangan Syariah dan Kebijakan Adil
Indonesia telah mengambil beberapa langkah ke arah tersebut. Lembaga keuangan syariah (perbankan, asuransi, pasar modal) berkembang pesat setelah krisis 1998. Mereka menyediakan produk pembiayaan berbasis syariah dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan etika ekonomi Islam. Namun, tantangan besar masih tersisa: misalnya, memaksimalkan potensi zakat dan wakaf yang belum sepenuhnya dikelola secara produktif. BAZNAS dan lembaga wakaf mulai merancang program wakaf produktif untuk sekolah dan klinik gratis, namun perlu diperluas untuk mensubstitusi modal bagi usaha rakyat. Kebijakan pemerintah pun perlu mendukung sektor-sektor syariah, misalnya dengan memperbaiki peraturan wakaf, memperluas insentif pajak bagi UMKM syariah, serta memperkuat lembaga pelatihan berbasis masjid atau pesantren. Dengan sinergi kebijakan dan nilai syariah, masyarakat diharapkan merasakan keadilan lebih besar: orang mampu tetap didorong menambah kemakmuran, sementara kelompok lemah dibina melalui bantuan produktif. Pandangan ulama seperti Al-Ghazali dan Quraish Shihab menegaskan, kemakmuran suatu negeri diukur bukan sekadar PDB, tetapi sejauh mana masyarakat kecil ikut menikmati kekayaan dan kebijakan ekonomi yang adil.
Dengan bahasa analitis dan argumentatif, kita dapat menyimpulkan bahwa mengandalkan model ekonomi konvensional saja terbukti tidak cukup untuk menekan pengangguran. Pendekatan Islam menuntut reformasi yang mencakup redistribusi dan keadilan struktural. Institusi zakat, sistem pembiayaan profit-sharing, serta peran negara sebagai penjamin keadilan ekonomi merupakan kombinasi relevan untuk menciptakan lapangan kerja yang merata. Sebagaimana dikatakan dalam kajian terkini, implementasi penuh zakat, wakaf, dan instrumen keuangan syariah serta kebijakan pro-rakyat akan mengurangi pengangguran sekaligus mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Reforma kebijakan fiskal dan keberpihakan ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai Islam menjadi jawaban strategis bagi persoalan pengangguran di Indonesia.
Sumber: Analisis berdasarkan data dan literatur terkait (BPS 2024; M. Rauf dkk. 2011; Yolanda dkk. 2024; Wildan 2018; review NU Online 2024; Baznas 2023; Presiden SBY 2011).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI