Mohon tunggu...
Philip Ayus
Philip Ayus Mohon Tunggu... -

menjaga kewarasan lewat tulisan | twitter: @tweetspiring.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jangan Pulang Kampung dari Pulogadung!

20 Januari 2011   04:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:22 2535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12955008181606020736

[caption id="attachment_85864" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas)"][/caption] Minggu kemarin saya berencana pulang kampung. Sebagaimana biasanya, Jumat (14/01) sore sepulang kantor, saya membonceng teman sekantor sampai ke Rawamangun untuk mencari bus yang akan membawa saya ke Semarang. Setelah membeli tiket dan makan malam, saya menunggu bus Safari yang katanya akan berangkat sehabis maghrib. Hati kecil saya sebenarnya sudah merasa tidak enak ketika membeli tiket yang bisa ditawar, tapi karena hampir semua bus sudah penuh, akhirnya saya bayar juga. Benarlah dugaan saya. Bus itu baru datang jam delapan malam, ketika semua bus lainnya sudah meluncur. Dugaan berikutnya juga terbukti. Ternyata bus yang datang adalah bus kelas AC Ekonomi, padahal harga tiket yang saya bayar hanya selisih lima ribu lebih murah daripada kelas eksekutif. Saya pikir bus akan segera meluncur ke Semarang, tapi ternyata ia masuk ke terminal Pulogadung. Di situ, kami harus menunggu sampai 2 jam sebelum akhirnya berangkat ke Semarang. Di Pulogadung itu, ada beberapa orang lagi yang naik. Seorang lelaki menyebelahi saya sambil bercerita bahwa ia hendak ke Cirebon dan membayar 75 ribu rupiah. Ada enam orang yang mau ke Semarang dan dikutip 165 ribu per orang, jauh lebih mahal dari harga tiket saya. Bus sudah penuh, tapi tak segera berangkat. Ada satu orang berwajah sangar yang naik bus dan memeriksa tiket tiap penumpang. Padahal, beberapa menit sebelumnya sudah ada pemeriksaan tiket. Beberapa orang disuruh turun karena menurutnya ia salah bus. Lelaki di sebelah saya sama juga. Tak berapa lama, lelaki di sebelah saya naik lagi sambil mengomel karena ternyata dia disuruh membayar tambahan sebesar 20 ribu lagi. Ketika hendak meminta uangnya kembali dan membatalkan perjalanan, ia didorong. Di sekelilingnya ada lima atau enam pria berwajah seram. Akhirnya dengan terpaksa ia membayar juga. Tidak ada petugas keamanan, padahal terminal masih beroperasi. Teman-teman, lain kali kalau mau pulang kampung, usahakan untuk tidak dari Pulogadung. Saya mendengar juga beberapa berita tentang tindak kejahatan yang terjadi di sana. Dulu, saya juga pernah tertipu membeli tiket di sana namun tak mendapat bus seperti yang dijanjikan. Kalaupun "harus" dari Pulogadung, usahakan membeli tiket paling tidak sehari sebelumnya, sehingga para preman tidak punya posisi tawar atas kita. Biasanya mereka memanfaatkan kondisi kita yang sudah terdesak karena hari malam dan tidak ada bus lain. Kalau trik saya, saya akan bilang mau pulang ke Jepara. Kru bus arah Jepara biasanya lebih "sopan," tapi itu menurut pengalaman saya. Belajar dari pengalaman di Rawamangun, lebih baik membayar sedikit lebih mahal tapi mendapat fasilitas yang baik daripada mengejar harga murah namun ujung-ujungnya mahal juga karena pengeluaran-pengeluaran tambahan. Sebagai informasi, rata-rata tarif bus ke Semarang dari Rawamangun adalah 120 ribu. Dengan harga itu, seharusnya kita sudah mendapatkan bus kelas eksekutif (TV, AC, toilet, tempat duduk 2-2) plus gratis sekali makan. Bandingkan dengan bus kelas ekonomi AC seharga 110 ribu, namun harus membeli makan sendiri. Kalau ditotal, pengeluarannya bisa mencapai 150-170 ribu! Nah, kalau Anda mau pulang kampung naik kapal, kereta, atau pesawat, juga sebaiknya jangan dari Pulogadung ya, hehehe.... :)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun