Mohon tunggu...
Ayu Ritmalina
Ayu Ritmalina Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

moviefreak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Data Beras Tak Transparan, Rakyat Menjadi Korban

19 Agustus 2018   21:31 Diperbarui: 19 Agustus 2018   21:58 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau Bisa Menggunakan Seluruh Data Kuantitatif untuk Mengambil Keputusan, Tapi Jangan Mempercayai Begitu Saja Data-data itu. Gunakan Kecerdasan dan Keputusanmu Sendiri"

Begitulah gambaran riil yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Data Kementerian Pertanian yang mengatakan surplus pasokan beras untuk kebutuhan dalam negeri dikritik banyak pihak karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ini menjadi perhatian serius berbagai kalangan karena menyangkut masalah konsumsi utama masyarakat di republik ini.

Kementerian Pertanian mengatakan bahwa Indonesia mengalami produksi surplus beras untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Namun, disisi lain ada keran impor yang dibuka oleh Kementerian Perdagangan dan menunjuk Bulog untuk melakukan impor beras agar kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi dan tetap menjaga harga beras stabil di pasaran. Penunjukan Bulog oleh Kemendag sesuai dengan prosedur yang ada dan juga berdasarkan data dari Kementerian Pertanian serta pengamatan pasar dimana minimnya ketersediaan beras di pasaran.

Fakta mengejutkan justru terlihat dari impor beras sendiri yang harus diputuskan pada rapat yang juga mengikutsertakan Bulog dan Kementerian Pertanian yang selalu menyatakan produksi beras surplus. Lalu kita bertanya, Validkah data yang dimiliki oleh Menteri Pertanian, Amran Sulaiman tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu tau satu hal bahwa data tentang ekspor-impor secara resmi harus dikeluarkan oleh BPS dan kebijakan yang akan diambil mengacu terhadap data tersebut dan tentunya setelah melalui rapat koordinasi juga dengan stakeholder terkait. Dalam hal ini, mengenai masalah beras harus bekerja secara sinkron diputuskan oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Bulog.

Seperti kita ketahui bersama, Selama ini pengadaan data beras selalu menimbulkan sengketa, karena Kementerian Pertanian melalui Menteri Amran Sulaiman mengklaim produksi mencukupi bahkan surplus, namun sejak awal tahun, impor beras juga dilakukan. Hal ini dikarenakan selama ini tidak ada data pembanding dari instansi terkait mengenai produksi beras, karena yang memproduksi data hanya Kementerian Pertanian.

Jika ditelisik lebih jauh,  metode perolehan data dari Kementerian Pertanian diragukan keakuratannya karena tidak ada penghitungan secara riil untuk jumlah luasan lahan. Sedangkan, luas lahan dapat menentukan seberapa besar produksi beras

Meski demikian, persoalan impor tidak hanya mengacu pada produksi beras, karena ada masalah lain yaitu tidak optimalnya penyerapan Bulog karena masih rendahnya Harga Pokok Pembelian yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, faktor eksternal seperti musim kemarau di 2018 yang lebih panjang bisa menambah persoalan karena dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen dan berkurangnya produksi.

Kita sebagai masyarakat umum dan pengkonsumsi aktif beras yang menjadi bahan pokok utama dalam kehidupan sehari-hari tentu agak cemas dengan tindakan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian belakangan ini. Klaim tentang surplus beras bisa mnejadi bumerang nyata karena pada faktanya Indonesia masih membutuhkan impor beras untuk mencukupi kebutuhan nasional. Klaim tersebut juga bisa bisa menjadi efek domino karena bisa membuat harga di pasaran melambung tinggi disebabkan stok beras yang minim.

Euforia dan kebanggaan Kementerian Pertanian mengenai surplus beras jangan sampai menjadi sebuah kebanggaan sesaat melihat fakta bahwa Indonesia belum bisa mencapai swasembada pangan. Target tersebut harus dicapai secara realistis dan terukur dengan stakeholder terkait.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun