Mohon tunggu...
Ayu Ritmalina
Ayu Ritmalina Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

moviefreak

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sawah Kering, Swasembada Pangan Molor 5 Tahun

10 Agustus 2018   17:12 Diperbarui: 10 Agustus 2018   20:16 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
8villages.com --edited

Kekeringan ekstrem yang tengah melanda 19 kabupaten di Provinsi Jawa Barat merupakan persoalan serius yang perlu ditanggapi secara lebih sigap. Menurut laporan Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura, luas wilayah di Jawa Barat yang terdampak kekeringan mencapai 12.572 Hektar (Ha) dengan skala yang beragam.

Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah ada sekitar 23 ribu Ha yang sejak satu bulan terakhir dilanda cuaca kemarau yang berujung bencana kekeringan. Ada ratusan kecamatan dan desa di 21 Kabupaten/Kota yang terdampak, dengan rasio paling parah terdapat di Kabupaten Grobogan, Kebumen, Purworejo, Sragen, Pekalongan, Banyumas dan Cilacap. 

Begitu juga dengan 15-50% wilayah di Jawa Timur yang terdampak kekeringan, seperti yang diutarakan oleh Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas. Ini artinya, klaim pemerintah melalui Kementerian Pertanian terkait amannya ketersediaan stok pangan sangat tidak mendasar. Tidak lebih hanya sebatas retorika, bukan berdasarkan data.

"Saya kira masalah kekeringan ini perlu dicermati ya, perlu diwaspadai oleh pemerintah. Kekeringan tahun ini lebih parah dibandingkan tahun lalu, sehingga akan sangat memberikan ancaman terhadap produksi padi dan jagung," ujar Dwi saat di temui di Jakarta, Senin (6/8).

Menurut Dwi, kekeringan tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi sekitar 20-60% jika dibandingkan produksi pada masa normal. Dwi sendiri meragukan kebenaran data produksi dari Kementerian Pertanian, seperti waktu mengklaim produksi beras yang surplus periode Januari -- Maret 2018, sekitar 15.6 juta ton. Namun kenyataanya, justru di bulan Januari tersebut harga beras justru melonjak tinggi.

Tanya kenapa?

Hal tersebut tidak lain akibat kurangnya akurasi data sehingga menyebabkan kebijakan terkait beras jadi tidak tepat. Padahal waktu itu, prediksi soal menyusutnya pasokan pangan yang akan menyebabkan lonjakan harga sudah disampaikan kepada Kementerian Pertanian. Semoga saja dalam menghadapi kondisi kekeringan ekstrem kali ini, situasi tersebut tidak terjadi lagi.

Sementara itu, Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan sejumlah daerah telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) ekstrim atau lebih dari 60 hari, hingga daerah tersebut perlu diwaspadai terjadinya kekeringan. Daerah tersebut adalah Sape, NTB (112 hari), Wulandoni, NTT (103 hari), Bali (102 hari). Kawah Ijen, Jatim (101 hari), Bangsri, Jateng (92 hari), dan DIY tepatnya di Lendah dan Srandakan selama 82 hari.

Beberapa daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat dan Merauke juga perlu di waspadai menurut BMKG. Karena daerah-daerah tersebut hanya memiliki curah hujan rendah di bawah 55 milimeter (normal di atas 100 milimeter).

Masalah kekeringan ini tentu saja berujung pada terkendalanya pertanian warga, dimana puluhan ribu hektar lahan pertanian terancam tidak bisa ditanami. Kementerian Pertanian seharunya fokus di permasalahan permasalahan seperti pompanisasi serta perbaikan saluran irigasi (hulu).

Tapi rupanya, fakta kekeringan yang terjadi di sejumlah daerah tersebut tidak juga mempengaruhi rasa optimisme Menteri Pertanian Amran Sulaiman terkait produktivitas sektor pangan. Karena menurutnya produksi pertanian pada musim kemarau kali ini cenderung bagus karena berkurangnya serangan hama akibat keringnya lahan pertanian. Hmm?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun