Kenaikan suku bunga jangka pendek the Fed sebesar 25 basis poin serta perang dagang antar Amerika Serikat dengan Tiongkok dipasar global dikhawatirkan akan menimbulkan terjadinya capital outflow dana asing yang disimpan dalam bentuk Obligasi Negara Indonesia. Selain itu, kenaikan suku bunga the Fed juga memicu kenaikan mata uang Amerika Serikat terhadap mata uang Indonesia sehingga mempengaruhi kenaikan imbal hasil (yield) SBN (Surat Berharga Negara).Â
Sementara disisi lain, Bank Indonesia hingga akhir April 2018 lalu masih menahan suku bunga acuan yang tetap pada angka 4.25% dan update per mei ini sudah menjadi 4.75%. Kekhawatiran akan adanya pelarian dana asing dari Indonesia akibat kenaikan suku bunga jangka pendek the Fed diharapkan tidak terjadi mengingat kepemilikan asing atas Obligasi Negara Indonesia tercatat hanya mengalami penurunan sedikit dan tidak terlalu significan yaitu dari 39,82 % di bulan Desember 2017 menjadi 39,50% per tanggal 23 April 2018 lalu.
Kepanikan akan krisis global yang terjadi akibat kenaikan suku bunga serta kejadian lainnya sebenarnya tidak perlu menjadikan investor SBN panik. Sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk melindungi investor obligasi negara terhadap goncangan ekonomi global yang dapat mengakibatkan keluarnya arus modal asing, telah dipersiapkan mekanisme Crisis Management Protocol (CMP) serta Bond Stabilization Framework (BSF) oleh Pemerintah.
CMP adalah  salah satu strategi fiskal pemerintah yang dibuat dengan tujuan memberikan peringatan jika krisis ekonomi global mulai berdampak ke Indonesia.
CMP Â diatas terbagi atas tiga tahap (level) kondisi, yaitu :
1.kondisi Waspada
2.kondisi Siaga, dan
3.kondisi Krisis
Ketiga kondisi tersebut ditetapkan tentu dengan memperhatikan beberapa indikator di pasar keuangan, yakni:
1. Yield SUN seri benchmark
2. Nilai tukar rupiah terhadap valuta asing