Akhir pekan ini merupakan weekend yang spesial bagi para penulis. The Jakarta Post Writing Center menggelar Writers' Series yang ke-3 dengan tema "The Story of Us" (5/5/2018). Bertempat di Upper Room Jakarta, acara ini ramai dihadiri para penulis, sastrawan, praktisi media, dan penggemar literatur mancanegara baik tua maupun muda.
Tema "The Story of Us" mengedepankan pentingnya rasa kebersamaan, keterbukaan dalam berkomunikasi, saling menghargai dan toleransi yang dituangkan dalam karya dari para penulis, jurnalis, maupun praktisi media. Tema ini diharapkan menjadi penyejuk setelah suasana 'panas' di tahun sebelumnya dimana situasi global diwarnai banyak berita politik, isu SARA, dan perselisihan.Â
Acara ini juga merupakan bagian dari rangkaian hari jadi ke-35 The Jakarta Post sebagai salah satu media berbahasa Inggris terkemuka di Indonesia yang mulai terbit sejak 25 April 1983. Perhelatan Writers' Series "The Story of Us" dibuka oleh Bapak Judistira Wanandi selaku CEO The Jakarta Post.
Topik bahasan yang diangkat, seperti: "Capturing The Voice of Changing Nation" mengenai pentingnya toleransi di negara Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan agama; "Designing Women" membahas feminisme yang menekankan pada perempuan memiliki peran sejajar dengan lelaki seperti yang telah diperjuangkan oleh R.A. Kartini.
Beberapa pembicaranya yaitu: Xu Xi penulis buku memoir The Hong Kong series yang juga Co-Director International MFA Program Vermont College of Fine Arts; Ben Loory penulis buku "Tales of Falling and Flying"; Brian Capel CEO Publicis One Indonesia, Feby Indirani jurnalis dan penulis buku "Bukan Perawan Maria"; Devi Asmarani Chief Editor Magdalene.co, Â Joshua IP penulis asal Singapura dengan bukunya "Sonnets from Singlish Upsize Edition", dan para penulis serta pengajar profesional lainnya.
Dalam acara ini, beberapa penulis berkesempatan membacakan karyanya di panggung yang menurut saya sangat berkesan. Mereka membaca karya tulis dalam bahasa negaranya dengan penuh penghayatan dan turut membacakan versi bahasa Inggrisnya sehingga dimengerti oleh seluruh rekan-rekan yang hadir. Very inspiring!
Sekilas mengenai mereka, Anissa Rahmania adalah gadis difabel yang memperjuangkan haknya untuk bersekolah tinggi dan diterima di masyarakat meskipun ia seorang bisu tuli. Ditemani penerjemah saat temu pembaca, gadis ini menceritakan keprihatinannya terhadap masyarakat sekitar dalam menerima dan mempekerjakan penyandang cacat. Perjuangan Annissa tidak sia-sia sebab ia mendapat beasiswa dari British Council hingga bisa masuk perguruan tinggi di Inggris. Angkat topi untuk Anissa!