"Oya? Apakah ibu tirinya ngga pernah berusaha mengambil hati anakmu?"
Wanita gemuk di depanku cepat menggeleng. "Mana pernah..."
"Kalau lebaran, belikan pakaian untuk anakmu?" kataku mencontohkan.
"Ibu tirinya itu jahat, mama Naya..."
"Aku pernah dimassanger kata-kata kasar dan menghina. Dia iri karena neneknya Assadel masih baik dan sayang sama aku. Begitu mana mungkin kepikiran beli baju untuk anakku..."
"Sampai suatsuatu hari, nenek Assadel jatuh sakit dan kubawa ke rumah sakit. Kutemani sepanjang hari selama seminggu. Aku bolak-balik mengurus semua keperluan sendiri, ngga ada ayah Assadel maupun adiknya. Entah mereka hilang kemana."
"Sesudah keluar dari rumah sakit, bayi maduku itu mau dibuatkan acara selametan di rumah neneknya Assadel. Acara aqiqah. Aku dititipi sejumlah uang, disuruh mantan mertuaku itu belanja, tapi yang masak kan rame-rame dengan tetangga."
"Akhirnya sesudah acara dan tamu-tamu pulang, maduku itu menghampiri aku dan berterima kasih karena sudah tau bahwa aku yang membantu mereka. Maduku juga minta maaf sudah pernah merusak rumah tanggaku. Dia pun memeluk aku..."
Kutemukan setitik kesedihan di sudut mata Sofia. Suaranya lirih dan wajahnya dibuat tegar.Â
Memang masa-masa sulit seperti itu sangat menguras emosi. Sanggup membuat korbannya frustasi, bahkan nekad bunuh diri.Â
Ketika seseorang yang dikatakan "lebih" datang dan menjadi iblis dalam mahligai rumah tangga yang penuh cerita manis sebelumnya. Lalu seorang istri yang menemani dari nol keberhasilan suaminya, mendadak dikatakan terlalu bawel, pencemburu, dingin, ngga pintar masak, ngga pintar ngurus anak, entah tuduhan apa lagi.