Duel panas akan tersaji pada lanjutan kualifikasi piala dunia babak tiga zona Asia. Sebuah laga "tradisional" yang mempertemukan Indonesia melawan Tiongkok. Sekitar 70.000 penonton siap menyesaki GBK. Sementara di luar stadion, 200 juta pasang mata sedang menanti dan siap mendukung perjuangan timnas Indonesia. Sepak bola benar-benar mempersatukan anak bangsa. Faksi-faksi politik, perbedaan ideologi, suku, bahasa, agama, sementara lenyap. Indonesia satu suara.
Laga ini sangat menarik. Penulis jamin: bakal seru. Tidak ada "boring match". Apa alasannya? Kedua tim sama-sama mengincar kemenangan. Jangankan kalah, seri pun adalah haram.
Tiongkok terdampar di dasar klasemen dan baru mengumpulkan 6 poin. Artinya, bagi mereka, kemenangan adalah harga mati. Ini demi menjaga asa lolos ke babak 4. Maka tak heran jika Branko Ivankovic, pelatih Tiongkok, saat ditanya wartawan, ia sesumbar optimis meraih kemenangan. Hemat kami, bukan soal optimis atau tidak optimis, tapi memang tidak ada pilihan lain buat Tiongkok, kecuali: harus optimis.
Uniknya, 6 poin yang diraih tim Tirai Bambu, di antaranya hasil kemenangan atas Indonesia di Qingdao, Oktober tahun lalu. Artinya, bagi Indonesia sendiri, pertandingan besok adalah kesempatan untuk membalaskan kekalahan tersebut. Selain itu, kemenangan atas Tiongkok akan membuka jalan bagi merah putih untuk memastikan diri lolos ke babak 4, apalagi jika di pertandingan lain, Bahrain kalah dari Saudi.
Bagaimana peluang kemenangannya?
Kami tidak mau hitung-hitungan kayak Prof Stella. Selain matematika kami jeblok, sepakbola bukanlah hitungan matematis. Sebagaiman cinta yang gak ada urusan dengan logika. Baik, kita lihat dari dua sudut saja, yakni fakta historis dan kedalaman skuad saat ini.
Pertama, dari catatan historis. Indonesia selalu kesulitan menghadapi tim-tim Asia Timur. Ingatan kami melayang pada kualifikasi Piala Dunia 2002 yang digelar 2001 silam. Kami masih kelas 5 SD. Tapi ingatan kami sudah cukup kuat. Lekat dalam ingatan, bagaimana Indonesia kala itu dibantai Tiongkok 5-1. Gol cepat Kurniawan Dwi Yulianto dibalas 5 gol tuan rumah. Kami menyaksikan itu lewat radio cawang transistor. Maklum orang kampung yang belum punya TV. Poinnya adalah Indonesia selalu kesulitan menghadapi tim-tim Asia Timur. Demikian juga di tahun-tahun berikutnya.
Tapi kutukan ini sepertinya bisa ditepis. Tim sekarang bukan tim yang dahulu. Demikian juga tim lawan. Ini terkait faktor kedua: kedalaman skuad saat ini. Pandangan kami yang hanya mengamati dari "jauh", melihat bahwa kedalaman skuad saat ini, kita lebih superior dari Tiongkok. Maka, kalau pertandingan berjalan normal, Indonesia akan mengalahkan Tiongkok. Kecuali ada hal-hal konyol seperti kartu merah, gol bunuh diri, dan lain-lain.
Tiongkok sendiri adalah tim cukup kuat. Mereka pernah lolos Piala Dunia, 2002 lalu. Jika ada orang beranggapan Tiongkok tim lemah dan menyebut kekalahan di Qingdao lalu murni karena mereka hoki, kami kira itu komentar bodoh. Tidak ngerti bola. Tiongkok kala itu bermain cerdik. Mereka membiarkan Indonesia terus menerus memegang bola, dan dengan cepat melakukan serangan balik.
Pertanyaannya, apakah besok Tiongkok akan memainkan pola yang sama? Bermain pragmatis gitu. Sulit untuk ditebak, mengingat Tiongkok kerap kali berganti strategi. Namun jika Tiongkok memainkan permainan terbuka, itu sangat menguntungkan bagi Indonesia.