Mohon tunggu...
Ayesha Fadilla
Ayesha Fadilla Mohon Tunggu... Mahasiswi

Penulis adalah seorang mahasiswi di program studi bisnis digital di salah satu Universitas Swasta di Yogyakarta, yang tertarik untuk mendalami toko ritel sembako dan suka sharing hal hal yang berkaitan dengan toko ritel sembako

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Warung Sebelah Rumah di Tahun 2026: Punah atau Justru Raja?

15 Oktober 2025   20:00 Diperbarui: 15 Oktober 2025   20:00 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joglosemar. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com

Coba kita putar waktu sejenak. Ingat tidak, dulu sekali, kalau ibu kita kehabisan kecap atau terigu di tengah-tengah memasak, solusinya cuma satu: lari ke warung sebelah rumah, kadang masih pakai celemek. Warung itu adalah penyelamat, tempat kita bisa ambil barang dulu bayar nanti, dan tempat si ibu warung hafal persis merek kopi favorit bapak kita.

Sekarang? Pemandangannya sedikit berbeda. Butuh sesuatu, kita tinggal buka aplikasi, klik-klik, dan kurir berjaket hijau sudah di depan pagar. Atau kita jalan kaki sedikit ke minimarket waralaba yang terang benderang dan dinginnya menusuk tulang.

Melihat perubahan ini, saya sering berpikir, "Bagaimana nasib warung-warung dan toko sembako lokal di masa depan?" Apakah mereka akan tergilas oleh raksasa digital dan modal besar? Pertanyaan ini penting, karena di balik setiap toko kelontong, ada denyut nadi ekonomi keluarga dan komunitas.

Setelah banyak mengamati dan merenung, saya justru sampai pada kesimpulan yang mengejutkan: tren ritel 2026 bukan tentang akhir dari toko sembako, melainkan tentang kelahiran kembali mereka dalam wujud yang jauh lebih keren. Ini bukan lagi soal bertahan hidup, tapi soal bagaimana mereka bisa menjadi raja di lingkungan mereka sendiri.

Tantangan yang Terlihat Jelas: Dihimpit dari Kanan dan Kiri

Tidak bisa dimungkiri, tekanannya nyata. Di satu sisi, ada minimarket waralaba yang menawarkan kenyamanan dan standarisasi. Stoknya pasti, tempatnya bersih, dan promosinya ada di mana-mana. Mereka adalah pilihan aman bagi generasi yang terbiasa dengan efisiensi.

Di sisi lain, ada raksasa e-commerce yang menawarkan pilihan tak terbatas dan harga yang kadang tidak masuk akal murahnya. Mereka adalah surga bagi para pemburu diskon dan mereka yang malas keluar rumah.

Jika toko sembako lokal tidak berbuat apa-apa, mereka hanya akan menjadi penonton. Namun, justru di antara dua raksasa inilah letak peluang emasnya. Kunci kemenangannya adalah melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh keduanya: menjadi manusia.

Peluang di Era Digital: Saatnya Warung Naik Kelas

Di sinilah kita akan melihat evolusi sebuah toko sembako modern. Mereka tidak akan melawan para raksasa dengan cara yang sama, melainkan dengan senjata yang hanya mereka miliki.

1. Digitalisasi Warung Bukan Berarti Bikin Aplikasi Mahal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun